JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Usman Hamid meminta agar sidang etik dugaan obstruction of justice kasus pembunuhan Brigadir J harus dialihkan ke persidangan pidana.
Pasalnya, upaya menghalang-halangi proses penegakan hukum yang dilakukan aparat kepolisian sudah sangat jelas melanggar delik pidana.
"Persidangan etik itu saya kira harus diarahkan ke dalam proses persidangna karena jelas memuat unsur pidana," ujar Usman dalam diskusi publik di kawasan Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Selasa (27/9/2022).
Baca juga: Sidang Etik Brigjen Hendra Belum Ada Kepastian, Polri: Nanti Dipimpin Wairwasum
Pasalnya, upaya obstruction of justice yang dilakukan oleh para aparat kepolisian dinilai sangat mendalam.
Ini yang juga menyebabkan berkas perkara yang ada di kepolisian tak kunjung diterima oleh pihak kejaksaan.
"Usaha-usaha melakukan obstruction of justice ini bahkan melampaui yang kita bayangkan," ujar dia.
Upaya obstrucion of justice ini, kata Usman, bahkan sudah merembet sampai ke intimidasi awak media yang pernah dilakukan saat kasus yang melibatkan eks Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo ini bergulir.
Baca juga: Ipda Arsyad Daiva Disanksi Demosi 3 Tahun, Apa Perannya di Kasus Brigadir J?
"Orang-orang yang bersifat kritis pun turut mendapat serangan," papar Usman.
Usman menjabarkan, pelaku obstruction of justice bisa dikenakan delik pidana Pasal 233 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Pasal 52 KUHP.
Pasal 233 berbunyi:
"Barangsiapa dengan sengaja menghancurkan, merusak, membikin tak dapat dipakai, menghilangkan barang-barang yang digunakan untuk meyakinkan atau membuktikan sesuatu di muka penguasa yang berwenang, akta-akta, surat-surat atau daftar-daftar yang atas perintah penguasa umum, terus menerus atau untuk sementara waktu disimpan, atau diserahkan kepada seorang pejabat, ataupun kepada orang lain untuk kepentingan umum, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun."
Sedangkan Pasal 52 menguatkan bahwa pidana yang dilakukan oleh pejabat menambah masa hukuman dari sepertiga hukuman yang diputuskan.
"Jadi dasar pemberat pidana dalam pasal 52 tersebut terletak pada keadaan jabatan dari pembuat obstruction of justice itu, jadi petugas kepolisiannya itu," papar Usman.
Dengan pengenaan dua pasal tersebut, 97 aparat kepolisian yang diduga terlibat dalam upaya obstruction of justice sudah bisa ditahan karena bisa disangkakan dengan pidana kurungan lebih dari 5 tahun.
"Hukumannya di atas lima tahun penjara, dan karena itu mereka bisa ditahan," ucap Usman.