Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 25/09/2022, 16:33 WIB
Vitorio Mantalean,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Partai Nasdem, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Demokrat tak kunjung mengumumkan pembentukan koalisi, meski mengklaim pembahasan mengenai hal itu kian menguat.

Menurut pengamat politik dari Universitas Al Azhar, Ujang Komaruddin, sosok Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang digadang akan diusung menjadi calon presiden oleh ketiga partai itu, belum cukup kuat menjadi alat perekat koalisi.

Baca juga: Koalisi dengan Nasdem-PKS Alot Tentukan Cawapres, Demokrat Minta Usulannya Dihargai

"Koalisi tidak sesederhana yang kita bayangkan. Ada berbagai faktor yang harus kita perhitungkan, salah satunya terkait kekuatan finansial Anies atau king maker-nya," ujar Ujang kepada Kompas.com, Minggu (25/9/2022).

Menurut dia, dengan menjadikan Anies sebagai capres, maka jatah untuk menjadi orang nomor satu atau nomor dua bagi ketiga parpol tersebut berkurang. Sementara diketahui, Anies bukanlah kader salah satu partai itu.

Baca juga: Nasdem Dinilai Dilema soal Koalisi dengan Demokrat dan PKS, Tak Siap Tarik Menteri dari Kabinet Jokowi

Padahal dalam membangun sebuah koalisi, kata Ujang, setiap parpol berharap adanya kompensasi yang diterima. 

Partai Nasdem, di satu sisi, memang secara tegas telah memunculkan nama Anies sebagai kandidat capres, selain Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dan Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa.

Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh dan Sekretaris Jenderalnya Johnny G Plate bersama Sekjen PKS Aboe Bakar Al Habsy dan Presiden PKS Ahmad Syaikhu di Nasdem Tower, Gondangdia, Menteng, Jakarta, Rabu (22/6/2022). KOMPAS.com / Tatang Guritno Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh dan Sekretaris Jenderalnya Johnny G Plate bersama Sekjen PKS Aboe Bakar Al Habsy dan Presiden PKS Ahmad Syaikhu di Nasdem Tower, Gondangdia, Menteng, Jakarta, Rabu (22/6/2022).

Sementara, Partai Demokrat dalam beberapa waktu terakhir cukup masif mendorong ketua umumnya, Agus Harimurti Yudhoyono, sebagai pasangan Anies. Meski diketahui bahwa perolehan suara Demokrat pada Pemilu 2019 lalu, tak lebih besar dari PKS.

Baca juga: Jika Berkoalisi dengan Demokrat dan PKS, Nasdem Dinilai Harus Mundur dari Pemerintahan Jokowi

"Nah, PKS kan tidak dapat. Bagi PKS apa?" ujar Ujang.

"Tentu PKS juga ingin kompensasi, apa, misalnya, bisa saja bantuan donasi untuk PKS (dalam bentuk) uang operasional, katakanlah, membantu PKS di pileg," lanjutnya.

Belakangan, PKS memunculkan tiga nama untuk mendampingi Anies, yakni Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid, mantan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan, dan mantan Gubernur Sumatera Barat Irwan Prayitno.

Namun hingga kini belum ada keputusan siapa yang kelak akan mendampingi Anies, apabila jadi diajukan sebagai capres oleh koalisi ini.

Baca juga: 6 Nama Dipertimbangkan Sebagai Cawapres Koalisi Nasdem-PKS-Demokrat

Di sisi lain, Ujang menilai bahwa ketiga partai politik juga masih melihat konstelasi koalisi lawan-lawan politiknya yang sejauh ini, meski telah membentuk beberapa poros, juga masih cair.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan saat mengelilingi Pusat Kesenian Jakarta Taman Ismail Marzuki (TIM) di Cikini, Jakarta Pusat, pada Jumat (23/9/2022) sore.KOMPAS.com/MUHAMMAD NAUFAL Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan saat mengelilingi Pusat Kesenian Jakarta Taman Ismail Marzuki (TIM) di Cikini, Jakarta Pusat, pada Jumat (23/9/2022) sore.

"KIB (Koalisi Indonesia Bersatu) sudah berkoalisi tapi belum ada nama capres-cawapresnya, sama juga dengan KIR (Koalisi Indonesia Raya). Oleh karena itu saya juga melihat bahwa wajar jika Nasdem, PKS, dan Demokrat belum berkoalisi, dan belum mengusulkan nama capres-cawapresnya," jelas Ujang.

Baca juga: Hormati Usulan Capres-Cawapres dari Nasdem dan PKS, Demokrat Minta Usulan soal AHY Dihargai Juga

"Karena melihat konstruksi kekuatan lawan dulu, karena biasanya semuanya juga main di ujung, atau main di akhir, menjelang pendaftaran di KPU 2023 nanti," lanjutnya.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.



Terkini Lainnya

Netralitas Jokowi Disorot dalam Sidang PBB, Airlangga: Itu Biasa ...

Netralitas Jokowi Disorot dalam Sidang PBB, Airlangga: Itu Biasa ...

Nasional
Jokowi Dinilai Coba Antisipasi PKB Jadi Motor Hak Angket

Jokowi Dinilai Coba Antisipasi PKB Jadi Motor Hak Angket

Nasional
Persaingan Cucu-Cicit Soekarno di Pileg 2024: 3 Lolos Senayan, 2 Terancam Gagal

Persaingan Cucu-Cicit Soekarno di Pileg 2024: 3 Lolos Senayan, 2 Terancam Gagal

Nasional
Kasasi Ditolak, Eks Dirjen Kuathan Tetap Dihukum 12 Tahun Penjara di Kasus Satelit Kemenhan

Kasasi Ditolak, Eks Dirjen Kuathan Tetap Dihukum 12 Tahun Penjara di Kasus Satelit Kemenhan

Nasional
Praperadilan Budi Said Ditolak, Kejagung: Penyidik Sesuai Prosedur

Praperadilan Budi Said Ditolak, Kejagung: Penyidik Sesuai Prosedur

Nasional
RUU DKJ Sepakat Dibawa ke Sidang Paripurna DPR, Mendagri Ucapkan Terima Kasih

RUU DKJ Sepakat Dibawa ke Sidang Paripurna DPR, Mendagri Ucapkan Terima Kasih

Nasional
Dugaan Korupsi di LPEI: Kerugian Ditaksir Rp 2,5 Triliun, Ada 6 Perusahaan Lain yang Tengah Dibidik

Dugaan Korupsi di LPEI: Kerugian Ditaksir Rp 2,5 Triliun, Ada 6 Perusahaan Lain yang Tengah Dibidik

Nasional
Empat Anggota DPRD Kota Bandung Dicecar Soal Dugaan Titipan Proyek

Empat Anggota DPRD Kota Bandung Dicecar Soal Dugaan Titipan Proyek

Nasional
Ramai Unjuk Rasa Jelang Penetapan Hasil Pemilu, Ini Kata KPU

Ramai Unjuk Rasa Jelang Penetapan Hasil Pemilu, Ini Kata KPU

Nasional
Dukungan ke Airlangga Mengalir Saat Muncul Isu Jokowi Diusulkan Jadi Ketum Golkar

Dukungan ke Airlangga Mengalir Saat Muncul Isu Jokowi Diusulkan Jadi Ketum Golkar

Nasional
Sempat Mandek, Tol Gilimanuk-Mengwi Dibangun mulai September Tahun Ini

Sempat Mandek, Tol Gilimanuk-Mengwi Dibangun mulai September Tahun Ini

Nasional
KPK Cecar Eks Wali Kota Bandung Soal Tarif 'Fee Proyek' yang Biasa Dipatok ke Pengusaha

KPK Cecar Eks Wali Kota Bandung Soal Tarif "Fee Proyek" yang Biasa Dipatok ke Pengusaha

Nasional
Netralitas Jokowi Disorot di Forum HAM PBB, Dibela Kubu Prabowo, Dikritik Kubu Anies dan Ganjar

Netralitas Jokowi Disorot di Forum HAM PBB, Dibela Kubu Prabowo, Dikritik Kubu Anies dan Ganjar

Nasional
Penggelembungan Suara PSI 2 Kali Dibahas di Rekapitulasi Nasional KPU, Ditemukan Lonjakan 38 Persen

Penggelembungan Suara PSI 2 Kali Dibahas di Rekapitulasi Nasional KPU, Ditemukan Lonjakan 38 Persen

Nasional
Eks Wali Kota Banjar Cicil Bayar Uang Pengganti Rp 958 Juta dari Rp 10,2 M

Eks Wali Kota Banjar Cicil Bayar Uang Pengganti Rp 958 Juta dari Rp 10,2 M

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com