“SEORANG terpelajar harus sudah berbuat adil sejak dalam pikiran, apalagi dalam perbuatan.” – Pramoedya Ananta Toer.
Sastrawan yang telah menulis 50 buku dan telah diterjemahkan ke dalam puluhan bahasa asing itu mewanti-wanti perilaku dan sikap tindak kita semua.
Pernah mendekam selama puluhan tahun dan mengalami siksaan fisik dari tentara selama rezim Soeharto berkuasa, tidak menjadikan Pramoedya Ananta Toer kehilangan nalar.
Saya pernah menyambangi adik Pramoedya di Blora, Jawa Tengah, yaitu Soesilo Toer. Lulusan sarjana dan pascasarjana dari Universitas Patrice Lumumba, Moskwa serta doktor tamatan Institut Perekonomian Rakyat Plekhanov, Rusia itu begitu semenjana menjalani kehidupan.
Karena terkait dengan kakaknya yang dianggap beraliran “kiri”, keluarga besar Pramoedya termasuk Soesilo Toer harus menerima “nasib” disingkirkan oleh rezim Orde Baru yang congkak.
Walau sudah bergelar doktor yang jarang disandang kebanyakan orang Indonesia ketika itu, ternyata kembali ke Tanah Air yang dicintai dengan sepenuh hatinya di tahun 1973 harus mendapat “hadiah” meringkuk enam tahun di penjara.
Soesilo Toer dinilai “kiri” hanya karena bersaudara dengan Pramoedya dan kuliah di Uni Soviet (kini Rusia).
Selepas dari penjara, Soesilo Toer “dibuat” sulit untuk mendapat pekerjaan dengan alasan pemerintah khawatir dengan penyebaran ideologi komunis. Soesilo tidak pernah dihadapkan ke pengadilan untuk membuktikan dia salah atau keliru.
Alhasil, Soesilo Toer yang fasih berbahasa Inggris, Rusia, Jerman, dan Belanda harus nerimo menjalani hidup dengan mengais-ngais sampah di seantero Kota Blora demi menyambung hidup.
Di sisa hidupnya, Soesilo terus menulis karena sejatinya perlawanan dalam diam adalah menulis.
Beberapa hari yang lalu, kisah kebengisan mirip mandor perkebunan di zaman kolonial muncul di Depok, Jawa Barat. Atas nama keluhan masyarakat dan pelanggaran aturan, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Depok, Tajudi Tabri, tega meminta pengemudi truk untuk guling-guling di aspal jalanan.
Baca juga: Amarah Wakil Ketua DPRD Depok, Suruh Sopir Truk Push-up di Jalan karena Tabrak Portal Pembatas
Bagi politisi Golkar itu, menghukum sopir yang nekad melewati pembatas jalanan di Jalan Krukut, Limo, Depok tidak cukup dengan perintah push up, tetapi juga injakan kaki.
Dengan berkacak pinggang, anggota dewan yang terhormat itu membuat pasrah sang sopir yang lemah tidak berdaya (Kompas.com, 23 September 2022).
Usai videonya viral dan menuai kecaman dari berbagai kalangan, Tajudin baru minta maaf tetapi tetap berkelit. Diakui dirinya bahwa dia tidak khawatir dianggap berlebihan oleh masyarakat karena memberikan sanksi kepada sopir truk.
Dia kemudian melakukan mediasi dengan sopir truk dan pengelola jalan Tol Cijago.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.