JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Pelayanan dan Pengelolaan Basan dan Baran Direktorat Jenderal Permasyarakatan Heni Yuwono mengatakan, negara mengeluarkan uang Rp 2 triliun dalam setahun hanya untuk memberi makan narapidana (napi).
Anggaran tersebut sudah dihitung dan akan diusulkan untuk anggaran pemberian makan narapidana untuk tahun 2023 nanti.
"Anggaran untuk makan saja narapidana kita itu hampir 2 triliun. Anggaran yang kita anggarkan untuk tahun 2023 itu indikatif yang kita peroleh sejumlah 2 triliun, untuk makan saja," papar Heni dalam acara panel diskusi di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (21/9/2022).
Baca juga: Video Viral Makanan Napi Lapas Salemba Hanya Nasi Tanpa Lauk dan Sayur, Ini Penjelasan Kalapas
Pengeluaran anggaran untuk makan narapidana tersebut bukan hal yang mengejutkan.
Sebab, saat ini, terdapat 275.167 orang narapidana yang ditahan di rumah tahanan maupun di lembaga permasyarakatan (lapas).
"Data penghuni kita pada hari ini sesuai dengan data 13 September kemarin, jumlah penghuni (lapas) kita sudah mencapai 275.167 orang," ucap dia.
Angka tersebut sudah jauh dari kapasitas daya tampung sarana prasarana rutan dan lapas di Indonesia yang hanya mencapai 132.107 tahanan.
"Sedangkan kapasitas 132.107 penghuni, akhirnya ada overcrowded sebesar 108 persen," imbuh dia.
Dia juga mengakui bahwa kondisi lapas di Indonesia saat ini sangat tidak manusiawi untuk memenuhi hak hidup narapidana.
"Di lapas kita memang betul karena keterbatasan sarpras (sarana prasarana) kita," ucap dia.
Baca juga: KPK Sebut Tak Cukup Penetapan Kelakuan Baik Koruptor Hanya Berdasarkan Pembinaan di Lapas
Oleh karena itu, saat ini Indonesia mulai mengkaji penegakan hukum dengan mengutamakan restorative justice agar penghuni lapas tak terus bertambah.
Prinsip restorative justice atau keadilan restoratif saat ini mulai diadopsi dan diterapkan oleh lembaga penegak hukum di Indonesia.
Menurut Kevin I. Minor dan J.T. Morrison dalam buku "A Theoritical Study and Critique of Restorative Justice, in Burt Galaway and Joe Hudson, eds., Restorative Justice : International Perspectives" (1996), restorative justice adalah suatu tanggapan kepada pelaku kejahatan untuk memulihkan kerugian dan memudahkan perdamaian antara para pihak.
Keadilan restoratif adalah suatu metode yang secara filosofinya dirancang untuk menjadi suatu resolusi penyelesaian dari konflik yang sedang terjadi dengan cara memperbaiki keadaan ataupun kerugian yang ditimbulkan dari konflik tersebut.
Sedangkan menurut laman resmi Mahkamah Agung, prinsip restorative justice adalah salah satu prinsip penegakan hukum dalam penyelesaian perkara yang dapat dijadikan instrumen pemulihan dan sudah dilaksanakan oleh Mahkamah Agung (MA).