JAKARTA, KOMPAS.com - Pernikahan beda agama kembali ramai diperbincangkan.
Baru-baru ini, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) mengabulkan gugatan pasangan beda agama berinisial DRS dan JN.
DRS yang beragama Kristen dan JN yang memeluk agama Islam itu telah melangsungkan pernikahan pada 31 Mei 2022 di Gereja Kristen Nusantara, Jakarta Pusat.
Pada 27 Juni 2022 keduanya melayangkan gugatan ke PN Jaksel. DRS dan JN meminta pengadilan menyatakan perkawinan mereka sah serta meminta pengadilan memerintahkan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapill) menerbitkan akta perkawinan.
Baca juga: Kabulkan Permohonan Nikah Beda Agama, PN Jaksel Perintahkan Dukcapil Terbitkan Akta Perkawinan
Gugatan ini dikabulkan sebagian oleh PN Jaksel. Majelis hakim menolak mengabulkan permohonan DRS dan JN yang meminta supaya pengadilan menyatakan perkawinan mereka sah.
Namun, majelis mengabulkan permintaan DRS dan JN untuk memerintahkan Dukcapil mencatatkan perkawinan keduanya dan menerbitkan akta perkawinan.
"Memerintahkan agar Kantor Suku Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Administrasi Jakarta Selatan untuk mencatatkan Perkawinan Beda Agama Para Pemohon ke Register Pencatatan Perkawinan yang digunakan untuk itu dan segera menerbitkan Akta Perkawinan tersebut," tulis amar putusan pengadilan dikutip dari laman Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Jakarta Selatan dikutip Kamis, (15/9/2022).
Baca juga: Patuhi Putusan PN Jaksel, Dukcapil Terbitkan Akta Perkawinan Pasangan Beda Agama
Menurut hakim, kendati DRS dan JN berbeda agama, keduanya telah melakukan perkawinan. Sehingga, sebagaimana bunyi undang-undang, perkawinan itu harus dicatatkan.
"Bahwa untuk memberikan kepastian hukum tentang status perkawinan dari para pemohon dan dapat dicatatkan pada Kantor Catatan Sipil, maka petitum para pemohon pada angka dua dan tiga beralasan hukum untuk dikabulkan," kata hakim.
Berkaca dari kasus ini, bagaimana sebenarnya aturan pernikahan beda agama di Indonesia? Benarkah undang-undang membolehkan?
Ihwal pernikahan telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Menurut Pasal 1 UU tersebut, perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Lalu, mengacu Pasal 2, perkawinan dinyatakan sah jika dilakukan menurut hukum agama. Berikut bunyi selengkapnya:
Baca juga: PN Jaksel Izinkan Perkawinan Beda Agama Dicatatkan di Dukcapil, Ini Pertimbangannya
Selanjutnya, Pasal 8 UU yang sama mengatur tentang perkawinan yang dilarang. Salah satunya, berkaitan dengan larangan agama.
"Perkawinan dilarang antara dua orang mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku dilarang kawin," demikian bunyi Pasal 8 huruf f UU Perkawinan.