JAKARTA, KOMPAS.com – Sekretaris Jendral (Sekjen) Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhammad Hasanuddin Wahid mengatakan, permasalahan pengaruh budaya asing terhadap generasi muda Indonesia bisa diatasi dengan dua hal, yaitu mendengarkan dan mendiskusikan.
Ia pun mencontohkan kasus viral di media sosial (medsos) beberapa waktu lalu. Ada sebuah video memperlihatkan dosen Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar mengusir seorang mahasiswa yang mengaku memiliki gender netral atau non-binary (nonbiner) saat acara pengenalan kehidupan kampus bagi mahasiswa baru (PKKMB).
“Untuk mengatasi hal itu, kita (orang dewasa) harus mendengarkan dulu. Apa sebenarnya kemauan kaum muda, terutama generasi Z atau generasi pasca-Milenial ini,” ujar Hasan dalam sesi wawancara dengan Kompas.com, Selasa (23/8/2022).
Setelah mendengarkan, lanjut dia, kemudian dibantu bagian mana yang bisa diajak kerja sama atau dilakukan orang dewasa. Bukan justru mengarahkan generasi muda secara paksa.
Menurut Hasan, menghadapi generasi masa kini harus dilakukan dengan mengubah pola pikir terlebih dahulu.
Baca juga: Beberapa Tren Ini Jadi Perhatian Generasi Masa Kini
“Perlu cross check atau dikaji ulang dulu masalah itu, baru bisa kita dekati mereka (generasi muda) dan cari tahu dinamika apa yang terjadi dengan generasi,” imbuhnya.
Untuk itu, kata dia, seharusnya pada kasus mahasiswa non-binary itu, tidak perlu sampai terjadi pengusiran dari pihak lembaga pendidikan. Sebab opini atau pendapat bebas diutarakan orang-orang yang berada di negara demokrasi.
Hasan membandingan kasus mahasiswa non-binary dengan Presiden Soekarno pada waktu muncul Gerakan Non Blok. Waktu itu, Soekarno bebas mengutarakan Gerakan Non Blok ketika muncul persaingan antara Blok Barat dan Blok Timur saat Konferensi Asia Afrika (KAA).
Meski pendapatan Soekarno berlawanan dengan dua kekuatan dunia yang ada saat itu, hal ini lantas tak membuat dirinya diusir dari KAA. Permasalahan ini sama saja dengan kasus binary atau non-binary.
“Hormati pikiran mereka dan cara mengadilinya bukan dengan mengusir. Kalau saya lebih suka diskusi sekeras-kerasnya. Debat ya tidak masalah sampai menemukan penyelesaian yang baik,” jelas Hasan.
Baca juga: Jokowi Diskusi 2,5 Jam dengan Pimpinan Lembaga Tinggi Negara, Bahas soal Krisis
Hasan mengatakan bahwa untuk menangani masalah pada generasi muda, terutama yang menyimpang, tidak bisa dilakukan dengan kekerasan atau pemaksaan.
“Melainkan harus dengan pendekatan yang beradab dan menjaga kehormatan mereka sebagai warga negara. Hal ini bisa dilakukan dengan konsep free public sphere atau wilayah publik yang bebas,” ujarnya.
Free public sphere merupakan ruang yang bebas bagi masyarakat untuk berpendapat, berorganisasi, memilih agama, dan bersuku.
Lewat free public sphere, kata Hasan, semua pemikiran bebas diutarakan. Namun, harus ada diskusi soal pemikiran tersebut, sehingga penyelesaian yang baik bisa dicapai.
Selain free public sphere, ia menyarankan agar orang dewasa bisa beradaptasi dengan generasi muda, agar timbul pemahaman yang selaras. Pendekatan ini bisa dilakukan oleh orangtua yang ingin lebih mengenal pola pikir anak-anak mereka.
Baca juga: Mengubah Pola Pikir Anak Nongkrong lewat RPTRA Kenanga