JAKARTA, KOMPAS.com - Komite Aksi Solidaritas untuk Munir (KASUM) menyebut ada lima nama aktor pembunuhan kasus pembunuhan aktivis hak asasi manusia (HAM) Munir, salah satunya adalah mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) AM Hendropriyono.
Sekjen KASUM Bivitri Susanti mengatakan, lima nama ini pernah direkomendasikan oleh Tim Pencari Fakta (TPF) kasus Munir.
"TPF juga pernah merekomendasikan kepada Presiden agar memerintahkan Kapolri saat itu untuk melakukan penyelidikan lebih lanjut terhadap sejumlah nama, antara lain AM Hendropriyono, Muchdi PR, Bambang Irawan, Indra Setyawan, dan Ramelga Anwar, karena diduga merupakan aktor-aktor yang terlibat dalam permufakatan jahat pembunuhan Munir," kata Bivitri dalam konferensi pers di kawasan Kwitang, Jakarta Pusat, Selasa (13/9/2022).
Tapi Hendropriyono menolak, dipanggil dia tak datang dan bersikap tidak kooperatif atas semua panggilan yang dilayangkan TPF.
Baca juga: KASUM Sebut 5 Nama Diduga Aktor Pembunuhan Aktivis HAM Munir, Salah Satunya AM Hendropriyono
"Sekali lagi, upaya tersebut kandas. AM Hendropriyono tetap tidak dapat disentuh oleh proses penegakan hukum menunjukkan bahwa ada impunitas hukum di sini," kata Bivitri.
Kompas.com berupaya menghubungi Hendropriyono terkait pernyataan KASUM ini. Namun, belum ada respons dari Hendropriyono.
Yang menjadi persoalan adalah keberadaan dokumen hasil penyelidikan TPF Munir tidak diketahui sampai saat ini.
Padahal menurut TPF, mereka sudah menyerahkan langsung salinan dokumen penyelidikan itu ke tangan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 24 Juni 2005 di Istana Negara, tanpa melalui Sekretariat Negara.
Baca juga: KASUM Sebut Nama Pembunuh Munir yang Diungkap Hacker Bjorka Bukan Hal Baru
Hal itu dibenarkan oleh mantan Menteri Sekretaris Negara Yusril Ihza Mahendra.
"Setahu saya pada waktu itu TPF menyerahkan laporan itu langsung by hand kepada Presiden," kata Yusril saat dihubungi Kompas.com pada 13 Oktober 2016.
Yusril menjelaskan, saat itu SBY tidak memerintahkan agar Sekretariat Negara mengarsipkan dokumen tersebut.
Oleh karena itu, Yusril menilai wajar apabila saat ini dokumen tersebut tidak ada di Sekretariat Negara.
"Kalau ditanya ke saya di mana arsip itu, ya tanya saja sama SBY," kata dia.
Yusril menilai, memang tidak semua dokumen yang diserahkan kepada Presiden harus diregistrasi di Setneg.
Hanya saja, yang jadi permasalahan adalah SBY tidak mengumumkan dokumen hasil tim pencari fakta itu hingga akhir masa jabatannya.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.