Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hakim Bisa Beri Pidana Tambahan agar Terdakwa Korupsi Tak Dapat Potongan Hukuman

Kompas.com - 13/09/2022, 23:18 WIB
Irfan Kamil,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Hakim Agung Gayus Lumbuun menilai, majelis hakim yang memutuskan sebuah perkara dapat memberi pidana tambahan berupa tidak adanya remisi ataupun pembebasan bersyarat (PB) kepada seseorang yang akan dihukum.

Hal itu dapat dilakukan hakim terhadap kasus kejahatan luar biasa atau extraordinary crime seperti kasus korupsi, terorisme, dan narkotika.

Pidana tambahan itu telah diatur dalam Pasal 10 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

"Kalau hakim menganggap tiga kejahatan luar biasa ini perlu diberikan tambahan pidana kan menurut Pasal 10 bisa pidana tambahan," kata Gayus kepada Kompas.com, Senin (12/9/2022).

 Baca juga: Kala 23 Koruptor Dibebaskan Bersyarat, Korupsi Tak Lagi Jadi Kejahatan Luar Biasa?

Pasal 10 KUHP menyebutkan bahwa hukuman atau pidana terhadap seorang terdakwa dapat dibedakan menjadi dua, yaitu pidana pokok dan pidana tambahan.

Pidana pokok meliputi pidana mati, pidana penjara, pidana kurungan, pidana denda dan pidana tutupan.

Sementara itu, pidana tambahan adalah pencabutan beberapa hak tertentu, perampasan barang tertentu dan pengumuman putusan hakim.

Menurut Gayus, tidak adanya pemberian remisi atau pembebasan bersyarat dapat ditindaklanjuti oleh pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen Pas) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) jika telah menjadi putusan hakim.

 Baca juga: Penjara Singkat Pinangki dan Koruptor Dapat Bebas Bersyarat Disebut Hilangkan Efek Jera

"Pidana tambahannya misalnya tidak menerima remisi, itu haknya hakim, nanti pemerintah (menindaklanjutinya) berdasarkan putusan itu, berdasarkan keputusan hakim," ujar dia.

Kendati demikian, Gayus menekankan bahwa remisi dan pembebasan bersyarat merupakan hak bagi narapidana yang telah memenuhi persyaratan.

Bahkan, mantan Hakim Agung Kamar Pidana Umum dan Militer 2011-2018 itu meyakini aturan remisi atau pembebasan bersyarat dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 Tentang Pemasyarakatan juga telah memenuhi asas keadilan.

"Publik harus tahu bahwa pemerintah itu hanya menjalankan isi Undang-Undang dimana isi Undang-Undang itu sudah ada keadilan di situ," ucap Gayus.

Halaman:


Terkini Lainnya

Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited  Capai Rp 17,43 Miliar

Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited Capai Rp 17,43 Miliar

Nasional
KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

Nasional
Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Nasional
Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Nasional
Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Nasional
Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Nasional
KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

Nasional
Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Nasional
Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Nasional
PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

Nasional
Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Nasional
Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Nasional
Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com