JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat pidana Sekolah Tinggi Hukum (STH) Jentera Asfinawati menyebut pemerintah turut andil dalam bebasnya puluhan narapidana korupsi yang mendapatkan remisi dan pembebasan bersyarat (PB).
Asfin menilai, pernyataan Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD yang menyebut pemerintah tidak bisa mengintervensi terkait pembebasan bersyarat terpidana korupsi tidaklah tepat.
“Pada saat ini seolah-olah begitu (pemerintah tidak bisa intervensi), tapi secara sistem pemerintah sudah ikut andil duluan,” kata Asfin saat dihubungi Kompas.com, Jumat (9/9/2022).
Baca juga: Kala 23 Koruptor Dibebaskan Bersyarat, Korupsi Tak Lagi Jadi Kejahatan Luar Biasa?
Menurut Asfin, keterlibatan pemerintah dalam bebasnya puluhan narapidana korupsi itu salah satunya berbentuk persetujuan atas Revisi Undang-Undang Pemasyarakatan (UU Pas) menjadi Undang-Undang.
Dalam UU tersebut, kata dia, syarat bagi narapidana untuk mendapat remisi, pembebasan bersyarat, dan keringanan lainnya sangat mudah, berlaku umum, dan bias.
Pada ayat 2 Pasal 10 UU Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan, syarat bagi narapidana, termasuk kasus korupsi, sangat mudah, yakni, berkelakuan baik, aktif mengikuti kegiatan pembinaan, dan telah menunjukkan penurunan tingkat risiko.
Baca juga: Mahfud Sebut Pemerintah Tak Bisa Intervensi soal Pembebasan Bersyarat Koruptor
“Coba lihat syarat di ayat 2, gampang banget kan? Masa pencuri ayam disamakan dengan koruptor syaratnya,” ujar Asfin.
Karena itu, mantan Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) ini menilai pemerintah turut andil menciptakan dasar atau sistem yang mengakibatkan koruptor seperti eks Jaksa Pinangki Sirna Malasari bisa bebas, kendati mereka tidak menjadi justice collaborator.
“Kalau pemerintah enggak setuju enggak mungkin dalam sistem kita bisa ada UU disahkan,” ujar Asfin.