JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Hakim Agung Prof. Gayus Lumbuun membandingkan pemicu kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J dengan perkara penembakan di Lapas Cebongan, Sleman, Yogyakarta pada 23 Maret 2013 silam.
Hal penting dalam perbandingan 2 kasus itu, kata Gayus, adalah apakah aksi kekerasan hingga menghilangkan nyawa orang lain itu merupakan perbuatan yang terjadi secara spontan atau sudah direncanakan.
Baca juga: Update Kasus Brigadir J: Hasil Tes Kebohongan, Keterlibatan 3 Kapolda, dan Video Viral ART Sambo
Menurut Gayus, peristiwa penembakan yang menewaskan 4 orang di Lapas Cebongan dalam putusan akhir Mahkamah Militer disimpulkan terjadi karena aksi spontanitas dan tidak direncanakan.
"Karena pasalnya tidak bisa berkaitan dengan perencanaan pembunuhan, dalam hal ini seorang prajurit yang mempengaruhi jiwanya, dia bebas bersenjata," kata Gayus dalam program Aiman di Kompas TV, seperti dikutip pada Rabu (7/9/2022).
Menurut mantan Hakim Agung Kamar Pidana Umum dan Militer 2011-2018 itu, penembakan di Lapas Cebongan terjadi karena jiwa korsa (esprit de corps) yang tinggi dari para pelaku.
Pelaku penembakan, Serda Ucok Tigor Simbolon, mengaku marah setelah mendengar rekannya, Serka Heru Santosa, meninggal karena ditusuk pecahan botol dalam pertengkaran di Hugo's Cafe, beberapa hari sebelumnya.
"Emosi tinggi mereka baru selesai latihan dan dia memegang senjata. Maka dia melakukan tindakan kekerasan yang bukan berencana," kata Gayus.
Terkait dengan gerakan yang sistematis saat para pelaku menerobos Lapas Cebongan, mematikan listrik hingga mengambil rekaman kamera CCTV, kata Gayus hal itu bukan termasuk dalam niat merencanakan pembunuhan.
"Itu teknis. Perencanaan harus niat. Niat yang berencana. Tapi ini bukan keinginan, spontanitas karena tekanan sesuatu dalam hal ini esprit de corps kepada pasukannya maka timbul lah satu tindakan, yaitu dengan membunuh sekali 4 orang dan mendatangi tempat yang dia tidak bebas, korbannya tidak bebas," papar Gayus.
Baca juga: Hari Ini, Ferdy Sambo Diperiksa sebagai Tersangka Obstruction of Justice di Mako Brimob
"Apapun hakim militer akan berpandangan bahwa ini memang bukan perencanaan," sambung Gayus.
Menurut Gayus, dalam kasus pembunuhan Brigadir J, penyidik Polri dan jaksa penuntut umum harus bisa membuktikan konstruksi perkara dengan sangkaan pembunuhan berencana.
Sebab menurut dia, jika penyidik Polri dan jaksa penuntut umum tidak cermat, maka membuka peluang bagi Irjen Ferdy Sambo, yang ditetapkan menjadi salah satu tersangka, lolos dari sangkaan pembunuhan berencana.
"Ini hampir mendekati hal-hal yang bisa kita khawatirkan bahwa tidak direncanakan karena pengaruh sesuatu. Oleh karena itu pengaruh sesuatu ini perlu diteliti sebagai bentuk analisis perbuatan," ucap Gayus.
Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J meninggal dunia dengan sejumlah luka tembak di rumah dinas Ferdy Sambo di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta, pada 8 Juli 2022.
Hasil pendalaman tim khusus Polri mengungkapkan bahwa Brigadir J tewas akibat ditembak oleh Bharada E atau Richard Eliezer.
Baca juga: Kasus Ferdy Sambo dan Siasat Kapolri Benahi Polri
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.