Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

RKUHP Dikemas Jadi 2 Buku, Kejahatan dan Pelanggaran Digabung di Buku II

Kompas.com - 07/09/2022, 14:11 WIB
Fika Nurul Ulya,
Novianti Setuningsih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Guru Besar Universitas Indonesia (UI) yang juga menjadi tim perumus Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP), Topo Santoso mengatakan, KUHP yang baru bakal dikemas menjadi 2 buku.

Diketahui, KUHP yang berlaku saat ini disusun dalam 3 buku, yakni Buku I Aturan Umum, Buku II Kejahatan, dan Buku III Pelanggaran.

Sementara di RKUHP, Buku II Kejahatan dan Buku III Pelanggaran bakal digabung menjadi satu.

"Hanya ada dua buku nanti ke depannya, Buku I Ketentuan Umum yang bertambah banyak karena berbagai ketentuan umum yang sekarang di KUHP belum ada. Lalu, Buku II tentang Kejahatan dan Pelanggaran," kata Topo dalam diskusi publik RKUHP secara daring, Rabu (7/9/2022).

Baca juga: Mahfud MD soal KUHP Perlu Diubah: Sudah 77 Tahun Negara Kita Merdeka

Topo Santoso menjelaskan, penggabungan Buku II dan Buku III KUHP memiliki beberapa alasan. Salah satunya karena sulit membedakan kejahatan dengan pelanggaran.

Kemudian, setelah dilebur, Buku II akan berisi tentang Tindak Pidana.

"Semuanya dijadikan satu jenis, yaitu tindak pidana. Jadi tidak ada lagi kejahatan dan pelanggaran di KUHP kita masa depan. UU di luar KUHP nanti menyesuaikan juga hanya ada tindak pidana," ujarnya.

Topo mengatakan, KUHP yang berlaku saat ini perlu direvisi lantaran sudah banyak perkembangan yang terjadi. Misalnya, dalam Bab I KUHP, belum ada pengaturan soal hukum pidana melalui sarana teknologi dan informasi.

Baca juga: Merdeka dengan KUHP Nasional

Pasalnya, KUHP saat ini sudah ada sejak zaman kolonial Belanda. Perumusan perubahan KUHP sendiri sudah berjalan sejak 59 tahun lalu, tepatnya sejak tahun 1963.

"Jadi itu (hukum pidana TI) belum tercover di sana. Ada berbagai perkembangan lain yang seharusnya sudah harus dimodernisasi," kata Topo Santoso.

Lebih lanjut, Topo mengungkapkan, KUHP yang menjadi acuan dan dipakai sekarang adalah KUHP terjemahan dari berbagai ahli dengan isi yang berbeda. Sebab, kitab aslinya berbahasa Belanda.

Namun, menurut Topo, perbedaan bukan hanya terletak di penerjemahan kata, tapi juga di porsi sanksi pidana dan pasal-pasalnya.

Baca juga: Sejarah KUHP dan Perjalanan Menuju KUHP Baru

Sebagian penulis, kata Topo, menghilangkan sebagian pasal karena dianggap sudah tidak sesuai dengan masa-masa kemerdekaan.

Sedangkan penerjemah yang lain masih mempertahankan pasal tersebut karena belum ada UU yang mengubah atau menggantinya.

"Ada banyak isu lain bahwa kita sebagai bangsa yang merdeka belum punya KUHP. KUHP yang kita punya adalah KUHP yang resminya bahasa Belanda. Maka sudah seharusnya kita memiliki KUHP nasional kita," ujarnya.

Halaman:



Terkini Lainnya

Menakar Nasib Ketua KPU Usai Diadukan Lagi ke DKPP Terkait Dugaan Asusila

Menakar Nasib Ketua KPU Usai Diadukan Lagi ke DKPP Terkait Dugaan Asusila

Nasional
Tak Lagi Solid, Koalisi Perubahan Kini dalam Bayang-bayang Perpecahan

Tak Lagi Solid, Koalisi Perubahan Kini dalam Bayang-bayang Perpecahan

Nasional
TPN Ganjar-Mahfud Sebut 'Amicus Curiae' Bukan untuk Intervensi MK

TPN Ganjar-Mahfud Sebut "Amicus Curiae" Bukan untuk Intervensi MK

Nasional
Percepat Kinerja Pembangunan Infrastruktur, Menpan-RB Setujui 26.319 Formasi ASN Kementerian PUPR

Percepat Kinerja Pembangunan Infrastruktur, Menpan-RB Setujui 26.319 Formasi ASN Kementerian PUPR

Nasional
Kubu Prabowo Siapkan Satgas untuk Cegah Pendukung Gelar Aksi Saat MK Baca Putusan Sengketa Pilpres

Kubu Prabowo Siapkan Satgas untuk Cegah Pendukung Gelar Aksi Saat MK Baca Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

Nasional
Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Nasional
Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Nasional
Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Nasional
Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Nasional
Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan 'Amicus Curiae' seperti Megawati

Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan "Amicus Curiae" seperti Megawati

Nasional
Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah 'Nyapres' Tidak Jadi Gubernur Jabar

Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah "Nyapres" Tidak Jadi Gubernur Jabar

Nasional
Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Nasional
Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com