JAKARTA, KOMPAS.com - Kisruh internal Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dinilai bisa mempengaruhi peluang elektoral partai berlambang ka'bah itu pada Pemilu 2024.
Analis kepemiluan Universitas Indonesia Titi Anggraini menyebutkan, kisruh internal berpengaruh buruk terhadap reputasi partai politik di mata publik.
"Keterbelahan partai bisa membuat masyarakat memiliki stigma bahkan antipati terhadap partai tersebut karena dianggap tidak mampu menjanjikan penjaringan aspirasi yang baik, atau perwakilan yang bisa optimal mewadahi aspirasi mereka," ujar dia ketika dihubungi pada Senin (7/9/2022).
"Itu bisa berpengaruh terhadap kepercayaan publik dan animo memilih partai tersebut. Itu sangat disayangkan," kata dia.
Baca juga: Arsul Sani: Tidak Ada Pertarungan Antar Kubu PPP, yang Diganti Hanya Ketum
Bukan kali ini saja PPP dilanda kisruh internal.
Pada Pemilu 2019, PPP juga baru saja beres dengan persoalan dualisme internal yang terjadi antara kubu Djan Faridz dan Romahurmuziy.
Baru bangkit dari keterpurukannya, PPP hampir gagal tembus parlemen.
Perolehan suara mereka yang tak sampai 5 persen menjadikannya nomor buncit di antara partai-partai parlemen.
Ketika dikonversi menjadi jumlah kursi di DPR RI, kursi PPP tak sampai 4 persen, tepatnya hanya 19 kursi.
Titi menilai, satu-satunya cara bagi PPP untuk memulihkan reputasi mereka yaitu dengan kepemimpinan yang kuat.
Kepemimpinan yang kuat, dengan figur pemersatu, dianggap bukan cuma bisa mengembalikan kepercayaan publik, melainkan juga dapat segera mengonsolidasi kembali kader-kader partai.
Baca juga: PPP Hanya Ubah Jabatan Ketum pada Daftar Pengurus yang Diajukan ke Kemenkumham
Sebab, dalam kisruh internal semacam ini, peluang terjadinya eksodus anggota-anggota partai cukup besar.
"Kalau kisruh internal terus berlarut, dampaknya sangat besar. (Pada PPP) itu terlihat pada pemilu-pemilu setelah 2014, termasuk pilkada," ujar Titi.
"Kecuali kemudian PPP mampu bersegera konsolidasi internal dan memilih langkah-langkah yang menghadirkan figur-figur yang dipercaya publik bahwa PPP solid dan siap," kata dia.
Kisruh internal PPP berawal saat Ketua Umum Suharso Monoarfa diberhentikan dari jabatannya kendati yang bersangkutan mengingkari pelengseran itu.
Pemberhentian Suharso dimulai dari permintaan tiga pimpinan Majelis PPP yaitu Majelis Syariah, Majelis Kehormatan, dan Majelis Pertimbangan.
Ketiganya lantas meminta pendapat Mahkamah Partai terkait dasar hukum yang terkandung dalam AD/ART PPP.
Baca juga: Ajukan Pengurus Baru ke Kemenkumham, PPP: Hanya Satu yang Diganti, Suharso!
Setelah disetujui Mahkamah Partai, para pimpinan Majelis PPP meminta pengurus harian DPP PPP untuk menggelar Mukernas yang hasilnya mengganti Suharso dengan Muhammad Mardiono sebagai Pelaksana Tugas Ketum PPP.
Kini, PPP bersiap untuk mengubah struktur kepengurusan mereka yang terdaftar di Kementerian Hukum dan HAM.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.