Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pakar Pidana Sebut Penganiayaan Santri Gontor Bisa Dikualifikasikan Pembunuhan

Kompas.com - 07/09/2022, 06:29 WIB
Syakirun Ni'am,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pelaku dugaan penganiayaan yang mengakibatkan seorang santri Pondok Pesantren Modern Darussalam Gontor (Ponpes Gontor), Ponorogo, Jawa Timur tewas bisa dijerat dengan Pasal pembunuhan.

“Peristiwa ini dapat dikualifikasi sebagai pembunuhan meskipun tidak disengaja,” kata pengamat hukum pidana, Abdul Fickar Hadjar saat dihubungi Kompas.com, Selasa (6/9/2022).

Fickar mengatakan tindakan penganiayaan yang mengakibatkan kematian bisa bergeser menjadi tindak pidana pembunuhan.

 Baca juga: Santri Gontor Tewas Dianiaya, Kemenag: Kekerasan dalam Bentuk Apa Pun Tidak Dibenarkan

Pelaku bisa dijerat dengan pasal 338 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang pembunuhan.

Pasal tersebut menyebutkan, “Barang siapa dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain, yang diancam dengan maksimum hukuman lima belas tahun penjara”.

Dina Rahmawati Kementerian Agama tidak jadi mencabut izin operasional Pondok Pesantren berinisial S di Desa Losari, Kecamatan Ploso, Kabupaten Jombang, Jawa Timur.

Jika bukan Pasal 338, KUHP, kata Fickar, pelaku minimal dijerat Pasal 351 ayat (3) KUHP. Pasal tersebut mengatur tentang pidana terhadap orang yang melakukan penganiayaan sehingga menimbulkan kematian.

“Jika perbuatan itu menjadikan mati orangnya, dia dihukum penjara selama-lamanya tujuh tahun,” sebagaimana dikutip dari Pasal tersebut.

 Baca juga: Pihak Pesantren Gontor yang Berbohong soal Penyebab Kematian Santri AM Bisa Dipidana

Menurut Fickar, siapapun yang melanggar hukum, termasuk pelaku penganiayaan hingga mengakibatkan kematian hingga pihak yang memberikan informasi palsu terkait penyebab kematian santri Ponpes Gontor tersebut harus diproses hukum.

Orang yang menyampaikan informasi bohong tersebut, kata Fickar, bisa dikategorikan obstruction of justice atau menghalangi penyidikan.

“Orang yang berbohong tentang sebab kematian juga dapat dikualifikasi sebagai kejahatan yang menghalangi penyidikan atau pemeriksaan,” ujar Fickar.

Baca juga: Santri Gontor Dianiaya hingga Tewas, Menko Muhadjir: Sangat Disesalkan Ponpes Tidak Terbuka

Sebelumnya, santri Ponpes Gontor asal Palembang, Sumatera Selatan berinisial AM dilaporkan meninggal dunia.

Ibu korban, Soimah mengaku mendapatkan informasi dari perwakilan Gontor bernama Ustad Agus bahwa anaknya meninggal karena kelelahan saat mengikuti Perkemahan Kamis Jumat pada 22 Agustus lalu.

Pihak keluarga menerima informasi dari orang tua santri lainnya bahwa anaknya diduga meninggal karena dianiaya. 

Keluarga akhirnya membuka peti jenazah dan mendapati anaknya diduga mengalami kekerasan. Soimah kemudian meminta bantuan kepada pengacara kondang Hotman Paris.

“Sungguh sebagai ibu saya tidak kuat melihat kondisi mayat anak saya demikian begitu juga dengan keluarga. Amarah tak terbendung, kenapa laporan yang disampaikan berbeda dengan kenyataan yang diterima. Karena tidak sesuai, kami akhirnya menghubungi pihak forensik dan pihak rumah sakit sudah siap melakukan otopsi,” kata Soimah.

Baca juga: Santri Gontor Tewas Dianiaya, Wapres Tegaskan Kekerasan di Lembaga Pendidikan Tak Boleh Terulang

Terkait Hal ini, pihak Ponpes Gontor menyatakan permintaan maaf sekaligus duka cita. Mereka berharap kasus tersebut tidak lagi terulang.

“Kami sangat menyesalkan terjadinya peristiwa yang berujung pada wafatnya almarhum,” kara Juru Bicara Ponpes Gontor Noor Syahid dalam keterangan tertulisnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

Nasional
Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Nasional
Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Nasional
Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Nasional
Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Nasional
AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

Nasional
Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Nasional
Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Nasional
AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

Nasional
Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

Nasional
Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

Nasional
Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Nasional
Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Nasional
AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum 'Clear', Masih Dihuni Warga

AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum "Clear", Masih Dihuni Warga

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com