JAKARTA, KOMPAS.com - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menyebut dampak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) mulai terasa di kalangan buruh.
Salah satunya adalah kesulitan membayar kontrakan yang naik berkisar Rp 50.000-Rp 100.000 per bulan.
Daya beli kebutuhan pokok kaum buruh juga disebut menurun karena dampak kenaikan harga BBM
"Turun daya beli, kontrakan sudah naik Rp 50.000-Rp 100.000, kalau (kenaikan upah) cuma Rp 150.000 per bulan mana cukup? Kontrakan saja enggak cukup, itu yang paling terasa," kata Presiden KSPI Said Iqbal saat ditemui di Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (6/9/2022).
Baca juga: Kenaikan Harga BBM: Dari Argumentasi hingga Dampaknya bagi Ekonomi
Iqbal mengatakan, kesulitan yang dialami kaum buruh itu bukan tanpa alasan.
Kenaikan BBM disebut membuat inflasi bbahan pangan mencapai 20 persen. Tercermin dari harga telur ayam ras tertinggi di Jakarta yang mencapai 33.000 per kilogram.
"Artinya kita beli makanan semua naik 20 persen, harga telur saja (naik), padahal telur makanan merakyat," ujar Iqbal.
Untuk itu, KSPI menuntut pemerintah membatalkan kebijakan kenaikan BBM agar buruh bisa selamat dari inflasi bahan pangan.
Baca juga: Kilas Balik Momen Megawati dan Puan Menangis Tolak Kenaikan Harga BBM yang Diungkit dalam Demo Buruh
Said Iqbal juga meminta agar pemerintah menetapkan kenaikan upah buruh sebesar 10-13 persen di tahun 2023.
Kenaikan tersebut, kata dia, dihitung dari inflasi sebesar 6,8 persen sebelum kenaikan BBM dan pertumbuhan ekonomi yang kurang lebih mencapai 5,1 persen di tahun ini.
"Kenaikan 10-13 persen, karena inflasi ditambah pertumbuhan ekonomi," ucap dia.
Baca juga: Harga BBM Resmi Naik Hari Ini, Jokowi: Ini Pilihan Terakhir Pemerintah
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo resmi membuat keputusan menaikkan harga atau mengalihkan subsidi BBM.
Jokowi menyebut kenaikan harga BBM ini merupakan pilihan terkahir yang bisa diambil oleh pemerintah
Ia mengatakan, keputusan itu dibuat pemerintah dalam situasi yang sulit akibat gejolak harga minyak dunia.