JAKARTA, KOMPAS.com - Perkara pidana yang menjerat mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri, Irjen Ferdy Sambo, bertambah.
Sambo ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
Kini penyidik tim khusus Polri juga menetapkan Sambo sebagai tersangka dalam kasus dugaan menghalang-halangi proses hukum atau obstruction of justice dalam penanganan perkara kematian Brigadir J.
Saat ini Sambo ditempatkan di Markas Komando (Mako) Korps Brimob, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat.
Tim Khusus (Timsus) Mabes Polri menetapkan Ferdy Sambo sebagai tersangka dugaan pembunuhan Brigadir J pada 9 Agustus 2022 setelah menemukan bukti yang cukup.
Inspektur Pengawasan Umum (Irwasum) Mabes Polri Komjen Agung Budi Maryoto mengatakan, kesimpulan tersebut didapatkan setelah penyidik memeriksa Ferdy Sambo secara mendalam di Markas Korps Brimob, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat.
“Setelah dilakukan pemeriksaan mendalam maka juga telah ditemukan bukti yang cukup bahwa FS (Ferdy Sambo) adalah melakukan tindak pidana,” kata Agung dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (9/8/2022).
Saat itu Timsus Polri juga mengumumkan penetapan ajudan Sambo, Bripka Ricky Rizal, serta seorang asisten rumah tangga, Kuat Ma'ruf, sebagai tersangka dalam kasus yang sama.
Baca juga: Berkas Ferdy Sambo dkk Belum Lengkap, Kejagung Kembalikan ke Bareskrim
Menurut Agung, dalam pemeriksaan saat itu Sambo mengakui memerintahkan penembakan terhadap Brigadir J.
Alasan Sambo memerintahkan penembakan adalah karena Brigadir J disebut melakukan perbuatan yang melukai harkat dan martabat keluarganya di rumah pribadinya di Magelang, Jawa Tengah.
Setelah itu Sambo juga merekayasa tempat kejadian perkara (TKP) seolah-olah terjadi baku tembak, serta menyusun skenario dan narasi.
Salah satu ajudan Sambo, Bharada Richard Eliezer atau Bharada E, adalah orang pertama yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus itu.
Timsus Polri juga menetapkan istri Sambo, Putri Candrawathi, sebagai tersangka dalam kasus yang sama.
Kelima tersangka itu disangkakan perbuatan pembunuhan berencana dan dijerat Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 dan Pasal 56 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Ancaman pidananya maksimal hukuman mati, penjara seumur hidup, atau penjara selama-lamanya 20 tahun.
Baca juga: Pengacara Keluarga Brigadir J Kecewa terhadap 3 Rekomendasi Komnas HAM
Empat dari lima tersangka sudah ditahan oleh pihak kepolisian. Hanya Putri Candrawathi yang hingga kini belum ditahan.
Polri juga menetapkan Sambo sebagai tersangka kasus obstruction of justice atau menghalang-halangi proses hukum dalam penanganan kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir J.
Sambo menjadi orang ketujuh yang ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara menghalang-halangi penyidikan itu.
“(Ferdy Sambo) sudah ditetapkan tersangka,” kata Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Dedi Prasetyo saat dihubungi, Kamis (1/9/2022).
“Ada tambahan terakhir malam ini info dari Direktorat Siber sudah jadi tujuh tersangka,” kata Dedi.
Baca juga: Komnas HAM Ungkap Detail Upaya Obstruction of Justice Kasus Brigadir J
Dalam kasus itu, penyidik juga menetapkan 6 polisi lain sebagai tersangka.
Para tersangka itu adalah Brigjen Hendra Kurniawan (Mantan Karopaminal Divisi Propam Polri), Kombes Agus Nurpatria (Kaden A Biropaminal Divisi Propam Polri), dan AKBP Arif Rahman Arifin (Wakadaen B Biropaminal Divisi Propam Polri).
Tersangka lainnya adalah Kompol Baiquni Wibowo (personel Kasubbagriksa Baggaketika Rowabprof Divisi Propam Polri), Kompol Cuk Putranto (personel Kasubbagaudit Baggaketika Rowabprof Divisi Propam Polri), dan AKP Irfan Widyanto (Kasubnit I Subdit III Dittipidum Bareskrim Polri).
Secara terpisah, Kejagung juga telah menerima surat perintah dimulainya penyidikan (SPDP) untuk 6 tersangka selain Ferdy Sambo.
Dalam SPDP tersebut, para tersangka diduga melanggar Pasal 49 Juncto (jo.) Pasal 33 dan/atau Pasal 48 ayat (1) jo. Pasal 32 ayat (1) UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan/atau Pasal 221 ayat (1) ke 2 dan 233 KUHP jo. Pasal 55 KUHP dan/atau Pasal 56 KUHP.
Baca juga: 7 Tersangka “Obstruction of Justice” Berperan Merusak Barang Bukti Terkait Kasus Kematian Brigadir J
Dari pasal yang diterapkan itu, Sambo dan 6 tersangka lainnya diduga dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apapun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu informasi elektronik dan/ atau dokumen elektronik milik orang lain atau milik publik.
Ancaman hukumannya adalah pidana penjara selama 10 tahun dan denda maksimal Rp 10 miliar.
Sedangkan Pasal 221 KUHP yang disangkakan kepada para tersangka berbunyi:
Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah:
(1) Barangsiapa dengan sengaja menyembunyikan orang yang melakukan kejahatan atau yang dituntut karena kejahatan, atau barangsiapa memberi pertolongan kepadanya untuk menghindari penyidikan atau penahanan oleh pejabat kehakiman atau kepolisian, atau oleh orang lain menurut ketentuan undang-undang terus-menerus atau untuk sementara waktu diserahi menjalankan jabatan kepolisian;
(2) Barangsiapa setelah dilakukan suatu kejahatan dan dengan maksud untuk menutupinya, atau untuk menghalang-halangi atau mempersukar penyidikan atau penuntutannya, menghancurkan, menghilangkan, menyembunyikan benda-benda terhadap mana atau dengan mana kejahatan dilakukan atau bekas-bekas kejahatan lainnya, atau menariknya dari pemeriksaan yang dilakukan oleh pejabat kehakiman atau kepolisian maupun oleh orang lain, yang menurut ketentuan undang-undang terus-menerus atau untuk sementara waktu diserahi menjalankan jabatan kepolisian.
Baca juga: 6 Polisi Jadi Tersangka Obstruction of Justice Terkait Pembunuhan Brigadir J, Apa Itu?
Kemudian, Pasal 233 KUHP yang juga disangkakan kepada para tersangka berbunyi:
Barangsiapa dengan sengaja menghancurkan, merusak, membikin tak dapat dipakai, menghilangkan barang-barang yang digunakan untuk meyakinkan atau membuktika sesuatu di muka penguasa yang berwenang, akta-akta, surat-surat atau daftar-daftar yang atas perintah penguasa umum, terus menerus atau untuk sementara waktu disimpan, atau diserahkan kepada seorang pejabat, ataupun kepada orang lain untuk kepentingan umum, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
(Penulis : Rahel Narda Chaterine | Editor : Dani Prabowo)
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.