JAKARTA, KOMPAS.com - Pengalihan subsidi bahan bakar minyak (BBM) Rp 24,7 triliun menjadi bantuan sosial upah (BSU) Rp 600.000 bagi pekerja berpenghasilan Rp 3,5 juta ke bawah dianggap tidak tepat.
Presiden Partai Buruh sekaligus Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menilai bahwa naiknya harga BBM sebagai akibat dicabutnya subsidi bakal menimbulkan dampak biaya yang lebih besar dibandingkan kompensasi berupa BSU Rp 600.000.
Di samping itu, menurutnya, pemberian BSU bagi pekerja ini mengabaikan sektor informal.
"Pekerja yang berpenghasilan Rp 3,5 juta ke bawah adalah pekerja informal," ujar Iqbal dalam keterangannya, Selasa (30/8/2022).
Baca juga: Buruh Akan Unjuk Rasa 6 September, Tolak Harga BBM Naik dan Tuntut Kenaikan Upah 10 Persen
"Apalagi jika kemudian solar juga naik. Maka hal ini akan berdampak pada kehidupan nelayan. Jangan hanya melihat dari kacamata Jakarta dan orang kaya," sebut dia.
Rencananya, pemerintah bakal menyalurkan BSU ini kepada warga negara dengan kriteria tertentu yang memang berpihak pada sektor formal saja.
Sebab, penerima harus terdaftar sebagai peserta jaminan sosial tenaga kerja yang masih aktif di BPJS Ketenagakerjaan dan membayar iuran dengan besaran yang dihitung berdasarkan upah di bawah Rp 3,5 juta, sesuai upah yang dilaporkan kepada BPJS Ketenagakerjaan.
Di sisi lain, Iqbal menambahkan, para pekerja formal di daerah industri yang bergaji di atas Rp 3,5 juta bakal dirugikan.
Sudah tak mendapat BSU, mereka juga harus menanggung ongkos hidup yang makin mahal imbas naiknya harga BBM.
Baca juga: Ombudsman Minta BBM Bersubsidi Hanya untuk Sepeda Motor dan Angkutan Umum
"Sementara pekerja di kota industri justru sangat terasa dampaknya. Karena upah yang diterima sudah habis buat transportasi, sewa rumah, makan, dan yang lain. Dia tidak mendapat subsidi," ucap Iqbal.
Ia mengeklaim, berdasarkan Litbang KSPI dan Partai Buruh, konsumen BBM bersubsidi adalah pengguna sepeda motor dan angkutan umum serta pengguna mobil pribadi yang tahun pembuatannya di bawah tahun 2005.
"Jumlahnya mencapai 120 juta. Dengan jumlah yang sedemikian besar, bagaimana mungkin dikatakan jika BBM digunakan tidak tepat sasaran karena dikonsumsi oleh orang kaya? Faktanya, mayoritas pengguna BBM bersubsidi adalah orang menengah bawah," ungkapnya.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.