JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Ahmad Taufan Damanik mengatakan, kasus pembunuhan Brigadir J atau Nofriansyah Yoshua Hutabarat bukan kasus pelanggaran HAM berat.
Sebab, pelanggaran HAM berat memiliki arti tersendiri sesuai dengan Statuta Roma yang sudah disepakati sebagai bentuk pelanggaran HAM berat.
Pelanggaran HAM berat, kata Taufan, adalah kejahatan negara yang dilakukan secara sengaja kepada masyarakat sipil dan dilakukan berulang kali dan melahirkan sebuah pola kekerasan.
Baca juga: Tiga Komisioner Komnas HAM Akan Kawal Rekonstruksi Pembunuhan Brigadir J
Taufan mencontohkan di daerah operasi militer (DOM) yang sering terjadi kekerasan pelanggaran HAM akibat kebijakan pemerintah.
"Dalam operasi militer itu kemudian tentara kita melakukan kejahatan-kejatahan HAM, memeriksa orang dengan kekerasan, menyiksa, bahkan ada pemerkosaan dan pembunuhan di berbagai tempat dalam satu periode tertentu," kata Taufan saat ditemui di Kantor Komnas HAM, Senin (29/8/2022).
Jika merujuk pada Statuta Roma terkait pelanggaran HAM berat, maka kasus Brigadir J tidak mewakili kasus HAM berat.
Namun, saat ini banyak masyarakat justru salah kaprah mengenai definisi pelanggaran HAM berat.
Karena menurut Taufan, frasa "pelanggaran HAM berat" tidak bisa sepenuhnya menerjemahkan Statuta Roma tentang gross voilations human rigth.
"Karena konotasinya (di masyarakat) begini, kalau ada (pelanggaran HAM) berat berarti ada (pelanggaran) ringan, lah ini orang (pembunuhan Brigadir J) kepala ditembak di sini kok (disebut) enggak berat?" kata dia.
Baca juga: Kejagung Kembalikan Berkas Perkara Sambo dan 3 Tersangka Pembunuhan Brigadir J ke Bareskrim
Taufan mengatakan, banyak warga masih menilai pelanggaran HAM berat sebagai bentuk sadistis atau kekejaman yang diterima oleh korban.
"Padahal pelanggaran HAM berat itu adalah satu definisi hukum internasional yang kemudian kita masukkan ke Undang-Undang 26 Tahun 2000 yang berkaitan dengan kejahatan negara," ujar Taufan.
Empat Jenis pelanggaran HAM berat
Statuta Roma adalah perjanjian yang membentuk Mahkamah Pidana Internasional atau International Criminal Court untuk mengadili tindak kejahatan kemanusiaan.
Ada empat jenis pelanggaran HAM berat internasional berdasarkan Statuta Roma, yakni kejahatan genosida, kejahatan kemanusiaan, kejahatan perang, dan kejahatan agresi.
1. Kejahatan genosida
Menurut pasal 8 UU Nomor 26 Tahun 2000, kejahatan genosida adalah segala bentuk perbuatan yang dilakukan dengan maksud menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis dan kelompok agama.
Baca juga: KSP: Jalur Yudisial dan Non-yudisial Perlu Ditempuh untuk Tuntaskan Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu
Berikut lima bentuk kejahatan genosida:
- Pembunuhan anggota kelompok
- Tindakan yang dapat mengakibatkan penderitaan fisik atau mental
- Tindakan yang bersifat pakasaan dengan tujuan mencegah kelahiran di dalam sebuah kelompok
- Pemindahan secara paksa anak dari suatu kelompok ke kelompok lain
- Genosida merupakan pelanggaran HAM berat yang termasuk dalam kejahatan internasional.
Kejahatan genosida dianggap sebagai pelanggaran paling serius karena umumnya melibatkan masyarakat secara luas.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.