JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia mengarusutamakan pembahasan isu program kapal selam bertenaga nuklir (nuclear naval propulsion/NNP) di Markas Besar Perserikatan Bangsa-bangsa, New York, Amerika Serikat.
Pembahasan ini dilakukan dalam pertemuan ke-10 tentang kajian implementasi Traktat Non-Proliferasi Senjata Nuklir (Non-Proliferation Treaty/NPT RevCon) yang resmi ditutup pada tanggal 26 Agustus 2022 yang berlangsung sejak 1 Agustus 2022.
Baca juga: Kemenlu: Indonesia Dukung Keanggotaan Penuh PBB untuk Palestina
Dirjen Kerja Sama Multilateral Kementerian Luar Negeri RI, Tri Tharyat mengatakan, pembahasan ini bermaksud untuk meningkatkan kesadaran (raising awareness) pada NPT.
"Banyak negara memberikan perhatian terhadap isu ini. Indonesia akan terus mengawal agar momentum pembahasan terus bergulir," kata Tri Tharyat sebagai Ketua Delegasi RI dalam siaran pers, Senin (29/8/2022).
Tharyat menuturkan, kesadaran sejumlah negara soal NPT mulai meningkat. Capaian tersebut penting mengingat isu program NNP belum dibahas di forum internasional manapun.
"Padahal program NNP memiliki keterkaitan dengan isu nuklir dan berpotensi mengandung risiko besar bagi perdamaian dan keselamatan dunia," ucapnya.
Adapun salah satu risiko yang muncul adalah pengalihan teknologi tersebut menjadi senjata nuklir yang dapat mengancam rezim non-proliferasi dan keamanan global, serta dampak destruktif terhadap lingkungan jika terjadi kebocoran radiasi.
Sementara sebelum pelaksanaan sidang, Indonesia mengeluarkan working paper yang disebut “Indonesian Paper."
Baca juga: Hindari Perekrutan TKI Ilegal, Kemenlu Ingatkan Warga Tak Tergiur Gaji Tinggi
Berkat peran utama Indonesia dan beberapa negara lain, isu ini mendapat perhatian serius.
Selama perundingan, isu NNP memicu pro dan kontra di antara negara-negara. Perbedaan pandangan antara negara yang mendukung dan yang menentang cukup tajam. Alhasil, negosiasi draf dokumen hasil pertemuan di paragraf yang membahas isu ini berlangsung alot.
Untuk menjembatani perbedaan (bridge builder), Indonesia memberikan usulan paragraf yang relatif dapat diterima semua pihak. Usulan Indonesia menjadi dasar negosiasi, dan setelah diberi masukan negara-negara disepakati suatu Paragraph tentang NNP pada draft dokumen hasil.
“Semua pihak sepakat bahwa program NNP menjadi perhatian bersama dan diperlukan dialog yang transparan dan terbuka mengenai isu ini. Semua juga sepakat bahwa pengambangan NNP harus berkoordinasi erat dengan IAEA secara terbuka dan transparan," ujar Tharyat.
Baca juga: Kemenlu: Tak Ada WNI Terdampak Langsung Banjir di Seoul
Pertemuan NPT RevCon ke-10 sendiri pada akhirnya tidak mencapai konsensus atas dokumen hasil karena perbedaan pandangan tajam di antara negara-negara untuk berbagai isu lain, khususnya tentang pembangkit tenaga listrik di Zaporizhzhia, Ukraina.
Namun, fakta bahwa negara-negara mencapai kesepakatan dalam pembahasan terkait program NNP merupakan capaian tersendiri bagi Indonesia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.