"Gantungkan cita-citamu setinggi langit! Bermimpilah setinggi langit. Jika engkau jatuh, engkau akan jatuh di antara bintang-bintang."
(Dr. Ir. Soekarno, Proklamator dan Presiden Pertama Republik Indonesia)
KATA bijak Presiden Soekarno tersebut tampaknya menginspirasi para pemimpin Indonesia untuk “menggantungkan cita-cita setinggi langit”.
Pada dokumen Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menargetkan Indonesia menjadi negara maju dengan pendapatan per kapita meningkat dari 3.000 dollar AS pada tahun 2010 menjadi 14.250–15.500 dollar AS pada tahun 2025 dan 44.500–49.000 dollar AS pada tahun 2045 (Kemenko Bidang Perekonomian, 2011).
Cita-cita tersebut ternyata “jatuh di antara bintang-bintang”, bahkan “terjerembab di atas bukit”.
BPS mencatat pendapatan domestik bruto (PDB) per kapita penduduk Indonesia pada tahun 2021 baru mencapai 4.350 dollar AS atau hanya sekitar 30 persen target tahun 2025.
Ini berarti pendapatan per kapita penduduk Indonesia hanya meningkat 1.349,5 dollar AS selama 11 tahun atau 122,68 dollar AS per tahun.
Dengan demikian, sangat kecil kemungkinan untuk mencapai pendapatan 44.500–49.000 dollar AS per kapita pada tahun 2045 mendatang.
Presiden Joko Widodo menetapkan visi “Indonesia Emas 2045” untuk menyambut momentum usia emas kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 2045.
Visi tersebut merupakan cita-cita ideal bagi Indonesia untuk menjadi negara berdaulat, maju, adil dan makmur pada tahun 2045.
Visi tersebut dirumuskan oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) dan diluncurkan oleh Presiden Jokowi pada 9 Mei 2019.
Presiden optimistis bahwa Indonesia akan menjadi ekonomi terbesar keempat atau kelima di dunia pada 2045.
Indonesia diperkirakan menjadi negara berpendapatan tinggi (lebih dari 12.535 dollar AS per kapita) pada tahun 2036 dan PDB terbesar ke-5 (23.199 dollar AS per kapita) pada tahun 2045 (Kementerian PPN/Bappenas, 2019).
Ini berarti pendapatan per kapita penduduk harus naik 785 dollar AS per tahun sampai tahun 2045.
Indonesia akan mengalami bonus demografi pada 2045, tepat saat Republik Indonesia berusia 100 tahun.
Bonus demografi adalah kondisi di mana penduduk yang berusia produktif lebih banyak dibanding dengan penduduk usia tidak produktif.
Dalam laporan Proyeksi Penduduk Indonesia 2015-2045, jumlah penduduk Indonesia diperkirakan mencapai 318,96 juta pada 2045.
Dari jumlah tersebut, penduduk usia produktif (15-64 tahun) diperkirakan mencapai 207,99 juta (65 persen), sedangkan penduduk usia tidak produktif mencapai 110,97 juta (35 persen), terdiri 44,99 juta penduduk usia tidak produktif (di atas 65 tahun) dan 65,98 juta penduduk usia belum produktif (0-14 tahun).
Berdasarkan data tersebut, angka ketergantungan (dependency ratio) penduduk Indonesia pada 2045 diperkirakan sebesar 53,35 persen, artinya 100 penduduk usia produktif menanggung beban 54 penduduk usia tidak produktif.
Di tangan mereka yang masih bayi dan anak-anak sekarang inilah, masa depan dan nasib bangsa ini dipertaruhkan.
Pemanfaatan bonus demografi sebagai modal dasar mencapai visi “Indonesia Emas 2045” menghadapi tiga masalah.
Pertama, stunting (balita pendek). Stunting didefinisikan sebagai kondisi anak usia 0–59 bulan, di mana tinggi badan menurut umur berada di bawah minus 2 Standar Deviasi dari standar median Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).