Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hasil Suap Rektor Unila Jadi Emas Batangan, KPK Buka Kemungkinan Usut TPPU

Kompas.com - 22/08/2022, 09:07 WIB
Syakirun Ni'am,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan, akan mengusut dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam kasus dugaan suap Rektor Universitas Lampung (Unila) Karomani.

Karomani ditetapkan sebagai tersangka setelah terjaring operasi tangkap tangan (OTT) terkait dugaan suap penerimaan mahasiswa baru jalur mandiri Unila.

Sebagian uang suap itu telah beralih bentuk menjadi emas batangan.

Baca juga: KPK Amankan Tabungan Rp 1,8 M Hingga Safe Deposit Box Isi Emas Rp 1,4 M dari OTT Rektor-Warek Universitas Lampung

Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, dugaan TPPU akan diusut ketika KPK menemukan bukti permulaan yang cukup.

"Sepanjang nanti ditemukan bukti cukup untuk terpenuhinya unsur pasal TPPU pasti KPK terapkan juga pada perkara ini," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam pesan tertulisnya kepada wartawan, Senin (23/8/2022).

Ali mengatakan, pengembangan perkara suap Karomani hingga ke pengungkapan TPPU merupakan upaya optimalisasi pemulihan aset hasil korupsi.

Aset yang disita akan disetorkan kepada negara.

Ali mengatakan, saat ini KPK tidak hanya fokus memenjarakan pelaku tindak pidana korupsi. KPK juga berupaya merampas aset mereka.

"KPK saat ini dalam setiap penanganan perkara korupsi tidak hanya pada aspek pemenjaraan," kata Jubir berlatar jaksa tersebut.

Baca juga: Rektor Unila Libatkan Wakil Rektor hingga Ketua Senat untuk Terima Suap Seleksi Mahasiswa Baru

Karomani diduga menerima suap hingga Rp 5 miliar terkait penerimaan mahasiswa baru jalur mandiri Unila. Sebagai rektor, Karomani berwenang mengatur mekanisme seleksi tersebut.

Guru besar Ilmu Komunikasi kemudian memerintahkan tiga bawahannya untuk melakukan seleksi secara personal terhadap orang tua calon mahasiswa baru yang sanggup membayar "tarif masuk" Unila.

Besaran tarif tersebut telah ditentukan, yakni Rp 100 juta hingga Rp 350 juta.

Mereka adalah Wakil Rektor I Bidang Akademik Heryandi, Kepala Biro Perencanaan dan Hubungan Masyarakat Budi Sutomo dan Muhammad Basri selaku Ketua Senat Unila.

Mereka juga diperintahkan mengumpulkan uang suap tersebut dari orang tua mahasiswa. Pembayaran dilakukan setelah anak mereka diterima masuk Unila.

Karomani juga memerintahkan seorang dosen bernama Mualimin untuk mengumpulkan suap tersebut.

Baca juga: Berkaca Kasus Rektor Unila, Jalur Mandiri Penerimaan Mahasiswa Baru Perlu Dihapus

Dari Mualimin, KPK menduga Karomani menerima suap hingga Rp 603 juta. Sementara itu, melalui Muhammad Basri dan Budi Sutomo, Karomani diduga menerima suap hingga Rp 4,4 miliar.

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan sebagian suap tersebut sudah didepositkan. Sebagian uang tersebut juga sudah diubah menjadi emas.

"Uang tersebut telah dialih bentuk menjadi tabungan deposito, emas batangan dan juga masih tersimpan dalam bentuk uang tunai dengan total seluruhnya sekitar Rp 4,4 Miliar,” kata Ghufron.

Dalam perkara ini, KPK menetapkan empat tersangka. Mereka adalah Karomani, Wakil Rektor I Bidang Akademik Heryandi, dan Ketua Senat Unila Muhammad Basri sebagai penerima suap.

Kemudian, KPK juga menetapkan seorang dari pihak calon mahasiswa yang diluluskan bernama Andi Desfiandi sebagai tersangka pemberi suap.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Sirekap Dipakai Lagi di Pilkada, KPU Siap Sempurnakan Sesuai Saran MK

Sirekap Dipakai Lagi di Pilkada, KPU Siap Sempurnakan Sesuai Saran MK

Nasional
Bongkar Pemerasan SYL, Jaksa KPK Bakal Hadirkan Sespri Sekjen Kementan di Pengadilan

Bongkar Pemerasan SYL, Jaksa KPK Bakal Hadirkan Sespri Sekjen Kementan di Pengadilan

Nasional
MK Minta Sirekap Dikembangkan Lembaga Mandiri, KPU Singgung Kemandirian Penyelenggara Pemilu

MK Minta Sirekap Dikembangkan Lembaga Mandiri, KPU Singgung Kemandirian Penyelenggara Pemilu

Nasional
Pelajaran Berharga Polemik Politisasi Bansos dari Sidang MK

Pelajaran Berharga Polemik Politisasi Bansos dari Sidang MK

Nasional
Prabowo-Gibran Akan Pidato Usai Ditetapkan KPU Hari Ini

Prabowo-Gibran Akan Pidato Usai Ditetapkan KPU Hari Ini

Nasional
Penetapan Prabowo-Gibran Hari Ini, Ganjar: Saya Belum Dapat Undangan

Penetapan Prabowo-Gibran Hari Ini, Ganjar: Saya Belum Dapat Undangan

Nasional
Prabowo-Gibran Sah Jadi Presiden dan Wapres Terpilih, Bakal Dilantik 20 Oktober 2024

Prabowo-Gibran Sah Jadi Presiden dan Wapres Terpilih, Bakal Dilantik 20 Oktober 2024

Nasional
[POPULER NASIONAL] Para Ketum Parpol Kumpul di Rumah Mega | 'Dissenting Opinion' Putusan Sengketa Pilpres Jadi Sejarah

[POPULER NASIONAL] Para Ketum Parpol Kumpul di Rumah Mega | "Dissenting Opinion" Putusan Sengketa Pilpres Jadi Sejarah

Nasional
Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

Nasional
Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Nasional
Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Nasional
Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Nasional
PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

Nasional
Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com