“Husain adalah panji berkibar yang diusung oleh setiap orang yang menentang kesombongan di zamannya, di mana kekuasaan itu telah tenggelam dalam kelezatan dunia serta meninggalkan rakyatnya dalam penindasan dan kekejaman."
Itulah manifesto revolusi Sukarno, tertulis dalam buku Di Bawah Bendera Revolusi, menegaskan ruh revolusi Pancasila.
Revolusi itu ada di bulan Muharram 61 H, tapi Revolusi bangsa Indonesia adalah kelanjutan tak terbantahkan dari Revolusi kebenaran Husein.
Revolusi batinya bahtera keluarga nabi (Li Khomsatun uthfii bihaa), jantungnya para imam wali songo. Prototype manusia Pancasila. Lima nilai sifat mulia, penegasi kemungkaran. Penyufi, adil, beradab, penyatu, penuh hikmah; imbang, halus, toleran dan rasional.
Muharram sedang di peringati seluruh dunia, tidak terkecuali di nusantara. Usianya sudah ratusan, bahkan ribuan.
Tepat 10 Muharram, 9 Agustus 2022 sudah lewat. Tapi Muharram belum habis. Segera masuk safar. Tepatnya 40 hari kemudian sejak 10 Muharram 1444, 17 september 2022, jutaan manusia di dunia memperingati Arbain.
Meski jejak peringatan ini adalah fakta budaya, banyak yang belum menerimanya sebagai fakta kebenaran. Jejak ini bukan milik satu mazhab dan agama tertentu, tapi milik setiap manusia secara sukarela.
Tulisan ini akan mengungkap makna menziarahi Husein, Sukarno dan kontribusi besarnya bagi nilai falsafah bangsa Indonesia, bernama Pancasila.
Ziarah Pancasila adalah olah spiritual dan intelektual, pengasah ketajaman batin Pancasilais dengan pembacaan maqtal setiap tragedi derita, upaya rekontruksi makna secara historis-rasional, dengan telaah total dan mendalam.
Orang yang sukses menziarahi pikiran, ruh, perjuangan, kebenaran risalah Imam Husein adalah para kader Pancasila sejati. Ruh prajurit ksatria sapta marga, merah putihnya karakter asli bangsa Indonesia.
Semua Falsafah Pancasila berasal dari nilai universal. Sebagian Falsafah bangsa Indonesia adalah falsafah Pancasila.
Peringatan Ziarah Muharram di nusantara adalah falsafah dunia dan bagian dari Falsafah Pancasila.
Nilai Pancasila memang penyortir, filsafat yang bertentang dengan kebenaran universal Pancasila tentu tidak layak jadi falsafah negara.
Adu ayam, judi, korupsi, keserakahan bukanlah filsafat Pancasila, karena tidak bisa menjadi dasar negara. Tidak bisa mendasari manusia Indonesia secara eksistensial-objektif.
Peringatan Muharram adalah falsafah bangsa Indonesia karena itu menjadi fakta sosiologi, fakta budaya, dan fakta religius, karenanya perlu digali.
Menggali nilai Muharram adalah menggali nilai Pancasila itu sendiri. Keduanya memiliki pesan universal. Keduanya berkorespon secara alamiah.
Ada dua cara memahami pemikiran Sukarno hingga pemimpin besar revolusi Indonesia mengapresiasi sosok sentral Husein, sang martir Internasional.
Menggali Pancasila dari bumi asli Indonesia, menyuguhkan dan mematok harga mati bahwa nilai-nilai Pancasila menjadi dasar negara Indonesia selama-lamanya.
Langkah pertama adalah observasi historis, langkah kedua mengafirmasi sebagai nilai Universal. Keduanya harus digali dengan penuh kebebasaan sehingga dapat berkoresponden secara harmonis.
Bagaimana tidak, manusia Kristen, Protestan, Islam, Budha, Hindu, Konghuju, kepercayaan lokal Indonesia menyembah Tuhan dibelahan bumi manapun.
Selain Tuhan adalah manusia, dunia ciptaan, tidak layak disembah. Inilah makna sila pertama dan kedua. Keyakinan ini ada di bumi Indonesia melampau sejarah dan tempat.
Sukarno menamainya leitstar statis. Notonegoro menamai abstrak, umum, dan universal. Baik Sukarno dan Notonegoro sama-sama sepaham bahwa Pancasila adalah ideologi yang sejajar dengan ideologi-ideologi dunia.
Memang Pancasila adalah ideologi dunia, karena bisa berlaku bagi setiap manusia. Manusia yang hidup di bawah dasar negara apapun layak menyembah Tuhan yang abstrak, umum, universal dan statis (abadi).
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.