Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 10/08/2022, 22:14 WIB
Irfan Kamil,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kuasa Hukum kader Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Nizar Dahlan, Rezekinta Sofrizal, menilai, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) gagal paham menyatakan kliennya tidak memiliki legal standing atau kedudukan untuk mengajukan praperadilan.

Hal itu disampaikan sebagai tanggapan atas jawaban Tim Biro Hukum KPK yang menyinggung legal standing Nizar mengajukan praperadilan sebagai individu dan bukan pihak ketiga yang memiliki kepentingan.

"Bahwa termohon (KPK) telah 'gagal paham' dan 'berimajinasi' dalam menafsirkan dan menilai legal standing pemohon sebagai 'individu' atau setidaknya termohon telah menggeser dan atau mengaburkan legal standing pemohon," kata Rezekinta dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Rabu (10/8/2022).

Baca juga: KPK Yakin Hakim PN Jaksel Tolak Gugatan Nizar Dahlan soal Suharso Monoarfa

Adapun Nizar mengajukan praperadilan lantaran tidak adanya tindak lanjut atas aduan dugaan penerimaan gratifikasi oleh Ketua Umum PPP Suharso Monoarfa yang pernah dilaporkannya ke KPK.

Dalam laporannya, Suharso diduga menerima gratifikasi dalam bentuk pinjaman pesawat jet pribadi saat melakukan kunjungan ke Aceh dan Medan.

Menurut Rezekinta, KPK tidak memahami penafsiran legal standing dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor: 98/PUU-X/2012 yang berkaitan dengan pihak ketiga yang berkepentingan dengan menyebutkan bahwa Nizar selaku perorangan atau individu tidak memenuhi kualifikasi tersebut.

Baca juga: Jawab Gugatan Nizar Dahlan, KPK Sebut Laporan Dugaan Korupsi Bukan Objek Praperadilan

Padahal, kata dia, kliennya merupakan pelapor langsung dan bukan pihak ketiga atas dugaan tindak pidana gratifiaksi yang dilaporkan ke KPK.

Rezekinta menambahkan, berdasarkan Pasal 41 Ayat (5) dan Pasal 42 Ayat (2) UU Tipikor, masyarakat berperan penting dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.

Hal itu, ujarnya, selanjutnya diatur lebih jelas dalam Pasal 1 angka 2 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 43 Tahun 2018 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat Dan Pemberian Penghargaan Dalam Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang menyatakan bahwa masyarakat adalah orang-perorangan atau kelompok orang.

Baca juga: Dinilai Tak Punya Legal Standing Ajukan Praperadilan, Nizar Dahlan: KPK Mengada-ada

Selain itu, pada Pasal 1 angka 3 juga menyatakan bahwa pelapor adalah masyarakat yang memberikan informasi kepada penegak hukum mengenai adanya dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi.

"Pemohon sebagai pelapor yang notabene sebagai masyarakat memiliki legal standing dalam perkara a quo. Oleh karenanya eksepsi termohon haruslah ditolak atau setidak-tidaknya Eksepsi termohon dinyatakan tidak dapat diterima," papar Rezekinta.

Dalam jawabannya di persidangan, Muhammed Hafez selaku tim biro hukum KPK menegaskan bahwa putusan MK Nomor: 98/PUU-X/2012 pada intinya mengatur bahwa pemohon praperadilan bukan hanya saksi korban atau pelapor melainkan juga mencakup masyarakat luas.

Baca juga: Hadapi Praperadilan Nizar Dahlan, KPK Tegaskan Telah Tindak Lanjuti Laporan terhadap Suharso Monoarfa

Dalam hal ini, ujar dia, permohonan diwakili oleh perkumpulan orang yang memiliki kepentingan dan tujuan yang sama untuk memperjuangkan kepentingan umum atau public interest, seperti swadaya masyarakat atau organisasi masyarakat lainnya.

"Dengan demikian, permohonan praperadilan yang diajukan oleh pemohon adalah tanpa alasan berdasarkan undang-undang karena pemohon tidak memiliki legal standing untuk mengajukan praperadilan," papar Hafez di persidangan, Selasa (9/8/2022).

"Sehingga permohonan sudah sepatutnya ditolak atau setidak-tidaknya dinyatakan tidak dapat diterima," ucap dia.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Netralitas Jokowi Disorot dalam Sidang PBB, Airlangga: Itu Biasa ...

Netralitas Jokowi Disorot dalam Sidang PBB, Airlangga: Itu Biasa ...

Nasional
Jokowi Dinilai Coba Antisipasi PKB Jadi Motor Hak Angket

Jokowi Dinilai Coba Antisipasi PKB Jadi Motor Hak Angket

Nasional
Persaingan Cucu-Cicit Soekarno di Pileg 2024: 3 Lolos Senayan, 2 Terancam Gagal

Persaingan Cucu-Cicit Soekarno di Pileg 2024: 3 Lolos Senayan, 2 Terancam Gagal

Nasional
Kasasi Ditolak, Eks Dirjen Kuathan Tetap Dihukum 12 Tahun Penjara di Kasus Satelit Kemenhan

Kasasi Ditolak, Eks Dirjen Kuathan Tetap Dihukum 12 Tahun Penjara di Kasus Satelit Kemenhan

Nasional
Praperadilan Budi Said Ditolak, Kejagung: Penyidik Sesuai Prosedur

Praperadilan Budi Said Ditolak, Kejagung: Penyidik Sesuai Prosedur

Nasional
RUU DKJ Sepakat Dibawa ke Sidang Paripurna DPR, Mendagri Ucapkan Terima Kasih

RUU DKJ Sepakat Dibawa ke Sidang Paripurna DPR, Mendagri Ucapkan Terima Kasih

Nasional
Dugaan Korupsi di LPEI: Kerugian Ditaksir Rp 2,5 Triliun, Ada 6 Perusahaan Lain yang Tengah Dibidik

Dugaan Korupsi di LPEI: Kerugian Ditaksir Rp 2,5 Triliun, Ada 6 Perusahaan Lain yang Tengah Dibidik

Nasional
Empat Anggota DPRD Kota Bandung Dicecar Soal Dugaan Titipan Proyek

Empat Anggota DPRD Kota Bandung Dicecar Soal Dugaan Titipan Proyek

Nasional
Ramai Unjuk Rasa Jelang Penetapan Hasil Pemilu, Ini Kata KPU

Ramai Unjuk Rasa Jelang Penetapan Hasil Pemilu, Ini Kata KPU

Nasional
Dukungan ke Airlangga Mengalir Saat Muncul Isu Jokowi Diusulkan Jadi Ketum Golkar

Dukungan ke Airlangga Mengalir Saat Muncul Isu Jokowi Diusulkan Jadi Ketum Golkar

Nasional
Sempat Mandek, Tol Gilimanuk-Mengwi Dibangun mulai September Tahun Ini

Sempat Mandek, Tol Gilimanuk-Mengwi Dibangun mulai September Tahun Ini

Nasional
KPK Cecar Eks Wali Kota Bandung Soal Tarif 'Fee Proyek' yang Biasa Dipatok ke Pengusaha

KPK Cecar Eks Wali Kota Bandung Soal Tarif "Fee Proyek" yang Biasa Dipatok ke Pengusaha

Nasional
Netralitas Jokowi Disorot di Forum HAM PBB, Dibela Kubu Prabowo, Dikritik Kubu Anies dan Ganjar

Netralitas Jokowi Disorot di Forum HAM PBB, Dibela Kubu Prabowo, Dikritik Kubu Anies dan Ganjar

Nasional
Penggelembungan Suara PSI 2 Kali Dibahas di Rekapitulasi Nasional KPU, Ditemukan Lonjakan 38 Persen

Penggelembungan Suara PSI 2 Kali Dibahas di Rekapitulasi Nasional KPU, Ditemukan Lonjakan 38 Persen

Nasional
Eks Wali Kota Banjar Cicil Bayar Uang Pengganti Rp 958 Juta dari Rp 10,2 M

Eks Wali Kota Banjar Cicil Bayar Uang Pengganti Rp 958 Juta dari Rp 10,2 M

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com