PILPRES 2024 masih mempunyai potensi untuk mewarisi Pilpres tahun 2014 dan 2019, di mana masyarakat Indonesia terbelah menjadi dua kubu politik.
Potensi ini karena belum selesainya “rekonsiliasi” masyarakat atas perbedaan politik pascapilpres.
Masuknya Prabowo Subianto dan Sandiago Uno dalam kabinet pemerintahan Jokowi tidak menyelesaikan permasalahan ini secara total.
Prabowo dan Sandi adalah elite yang posisi politiknya bagian dari kubu "Islam politik" di Pilpres 2019.
Narasi apapun yang digunakan untuk bergabung dengan pemerintahan Jokowi, publik sulit menerima karena ada pertarungan politik identitas selama masa kampanye.
Strategi cuci “dosa politik” pada tataran yang lebih luas memang lebih baik dari pada narasi tersebut terus diperdagangan. Namun, proses penyembuhan konflik tidak lah semudah adaptasi elite terhadap perubahan situasi politik.
Kelompok yang menamakan dirinya sebagai bagian dari kelompok Islam politik dan kelompok yang menyatakan dirinya mewakili nasionalis akan bertarung.
Kelompok Islam politik merasa kelompok nasionalis kurang relegius sehingga mengkapitalisasinya untuk kepentingan politik.
Dalam konteks yang sama, kubu nasionalis menyatakan kelompok Islam politik kurang Pancasilais sehingga mempertentangkannya dengan negara.
Bagi saya, kedua kelompok yang terlalu jauh memainkan narasi ini tidak lagi berdasarkan logika dan nilai-nilai persatuan. Sama-sama memainkan retorika kebencian.
Belakangan, muncul upaya rekonsiliasi yang dilakukan oleh elite, misalnya memasangkan Prabowo dan Jokowi di Pilpres 2024. Wacana ini lebih kepada narasi politik dari pada proses rekonsiliasi.
Logika yang digunakan, jika menyatukan tokoh yang bertarung di Pilpres 2014 dan 2019 dalam kompetisi yang sama, maka kelompok yang terbelah menjadi bersatu. Logika ini terburu-buru dan cendrung melihat terbelahnya ruang publik sebagai kompetisi politik semata.
Realitasnya, kedua kubu sudah memiliki representatif baru untuk mewakili aspirasi mereka di ruang publik.
Prabowo dulu mewakili kelompok Islam politik. Saat ini pelan-pelan basis pendukungnya lebih dekat dengan Anies Baswedan.
Pendukung Jokowi yang identik dengan kelompok kebangsaan mulai mencari figur baru untuk mewakili aspirasi mereka. Ganjar Pranowo lebih dekat kelompok ini dibandingkan tokoh-tokoh lainnya.
Oleh karena itu, jika Anies dan Ganjar bertarung di Pilpres 2024 dalam komposisi dua pasang calon, maka polarisasi seperti Pilpres 2014 dan 2019 akan terulang kembali.
Masing-masing kubu akan mencari pewaris narasinya lewat tokoh-tokoh yang mampu mengakomodasi kepentingannya.
Dalam konteks yang sama, elite yang diuntungkan dengan keberadaan kubu politik akan memanfaatkan secara maksimal untuk mendulang suara.
Apakah narasi tersebut masih perlu mendapatkan tempat pada pemilu 2024? Apakah narasi pecah belah yang berkembang di dua pilpres terakhir dan Pilkada DKI Jakarta tahun 2017 akan kita teruskan lagi?
Atau sejak awal kita mulai dengan memilih calon yang tidak terkait dengan polarisasi?
Jika pun ada kubu yang menawarkan ide “poros tengah” dengan memunculkan narasi yang berbeda dari dua kubu yang sudah ada, apakah akan diterima oleh publik?
Masuknya ide “poros tengah” untuk Pemilu 2024 mengkonsolidasikan elite yang menyadari bahwa harus ada alternatif untuk calon pemimpin masa depan.
Diterima atau tidaknya gagasan ini oleh publik tergantung pertarungan narasi. Namun, kubu poros tengah ini tidak akan sesolid dua kubu yang sudah ada.
Pasalnya, retorikanya tidak datang dari emosional, akan tetapi rasa persatuan dan persaudaraan. Kapitalisasi isu-isu ini cendrung kalah menarik dari percakapan tentang perpecahan, kebencian, dan adu domba yang diproduksi di media sosial oleh kedua kubu.
Meski demikian, jika posisi elite ini memiliki korelasi dengan sikap publik, maka bisa saja narasi “poros tengah” akan jadi kompetitor terhadap narasi yang dibangun oleh kubu Islam politik dan nasionalis.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.