Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Arifki Chaniago
Analis Politik dan Pengamat Milenial

Analis Politik, Konsultan Politik, Kolomnis Politik & Public Speaker

Pilpres 2024: Berebut Narasi Ruang Publik

Kompas.com - 10/08/2022, 09:34 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PILPRES 2024 masih mempunyai potensi untuk mewarisi Pilpres tahun 2014 dan 2019, di mana masyarakat Indonesia terbelah menjadi dua kubu politik.

Potensi ini karena belum selesainya “rekonsiliasi” masyarakat atas perbedaan politik pascapilpres.

Masuknya Prabowo Subianto dan Sandiago Uno dalam kabinet pemerintahan Jokowi tidak menyelesaikan permasalahan ini secara total.

Prabowo dan Sandi adalah elite yang posisi politiknya bagian dari kubu "Islam politik" di Pilpres 2019.

Narasi apapun yang digunakan untuk bergabung dengan pemerintahan Jokowi, publik sulit menerima karena ada pertarungan politik identitas selama masa kampanye.

Strategi cuci “dosa politik” pada tataran yang lebih luas memang lebih baik dari pada narasi tersebut terus diperdagangan. Namun, proses penyembuhan konflik tidak lah semudah adaptasi elite terhadap perubahan situasi politik.

Kelompok yang menamakan dirinya sebagai bagian dari kelompok Islam politik dan kelompok yang menyatakan dirinya mewakili nasionalis akan bertarung.

Kelompok Islam politik merasa kelompok nasionalis kurang relegius sehingga mengkapitalisasinya untuk kepentingan politik.

Dalam konteks yang sama, kubu nasionalis menyatakan kelompok Islam politik kurang Pancasilais sehingga mempertentangkannya dengan negara.

Bagi saya, kedua kelompok yang terlalu jauh memainkan narasi ini tidak lagi berdasarkan logika dan nilai-nilai persatuan. Sama-sama memainkan retorika kebencian.

Belakangan, muncul upaya rekonsiliasi yang dilakukan oleh elite, misalnya memasangkan Prabowo dan Jokowi di Pilpres 2024. Wacana ini lebih kepada narasi politik dari pada proses rekonsiliasi.

Logika yang digunakan, jika menyatukan tokoh yang bertarung di Pilpres 2014 dan 2019 dalam kompetisi yang sama, maka kelompok yang terbelah menjadi bersatu. Logika ini terburu-buru dan cendrung melihat terbelahnya ruang publik sebagai kompetisi politik semata.

Realitasnya, kedua kubu sudah memiliki representatif baru untuk mewakili aspirasi mereka di ruang publik.

Prabowo dulu mewakili kelompok Islam politik. Saat ini pelan-pelan basis pendukungnya lebih dekat dengan Anies Baswedan.

Pendukung Jokowi yang identik dengan kelompok kebangsaan mulai mencari figur baru untuk mewakili aspirasi mereka. Ganjar Pranowo lebih dekat kelompok ini dibandingkan tokoh-tokoh lainnya.

Oleh karena itu, jika Anies dan Ganjar bertarung di Pilpres 2024 dalam komposisi dua pasang calon, maka polarisasi seperti Pilpres 2014 dan 2019 akan terulang kembali.

Masing-masing kubu akan mencari pewaris narasinya lewat tokoh-tokoh yang mampu mengakomodasi kepentingannya.

Dalam konteks yang sama, elite yang diuntungkan dengan keberadaan kubu politik akan memanfaatkan secara maksimal untuk mendulang suara.

Apakah narasi tersebut masih perlu mendapatkan tempat pada pemilu 2024?  Apakah narasi pecah belah yang berkembang di dua pilpres terakhir dan Pilkada DKI Jakarta tahun 2017 akan kita teruskan lagi?

Atau sejak awal kita mulai dengan memilih calon yang tidak terkait dengan polarisasi?

Jika pun ada kubu yang menawarkan ide “poros tengah” dengan memunculkan narasi yang berbeda dari dua kubu yang sudah ada, apakah akan diterima oleh publik?

Masuknya ide “poros tengah” untuk Pemilu 2024 mengkonsolidasikan elite yang menyadari bahwa harus ada alternatif untuk calon pemimpin masa depan.

Diterima atau tidaknya gagasan ini oleh publik tergantung pertarungan narasi. Namun, kubu poros tengah ini tidak akan sesolid dua kubu yang sudah ada.

Pasalnya, retorikanya tidak datang dari emosional, akan tetapi rasa persatuan dan persaudaraan. Kapitalisasi isu-isu ini cendrung kalah menarik dari percakapan tentang perpecahan, kebencian, dan adu domba yang diproduksi di media sosial oleh kedua kubu.

Meski demikian, jika posisi elite ini memiliki korelasi dengan sikap publik, maka bisa saja narasi “poros tengah” akan jadi kompetitor terhadap narasi yang dibangun oleh kubu Islam politik dan nasionalis.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Menhan AS Telepon Prabowo Usai Penetapan KPU, Sampaikan Pesan Biden dan Apresiasi Bantuan Udara di Gaza

Menhan AS Telepon Prabowo Usai Penetapan KPU, Sampaikan Pesan Biden dan Apresiasi Bantuan Udara di Gaza

Nasional
Terima Nasdem, Prabowo: Surya Paloh Termasuk yang Paling Pertama Beri Selamat

Terima Nasdem, Prabowo: Surya Paloh Termasuk yang Paling Pertama Beri Selamat

Nasional
Partai Pendukung Prabowo-Gibran Syukuran Mei 2024, Nasdem dan PKB Diundang

Partai Pendukung Prabowo-Gibran Syukuran Mei 2024, Nasdem dan PKB Diundang

Nasional
MKMK: Hakim MK Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Etik

MKMK: Hakim MK Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Etik

Nasional
Ratusan Bidan Pendidik Tuntut Kejelasan, Lulus Tes PPPK tapi Dibatalkan

Ratusan Bidan Pendidik Tuntut Kejelasan, Lulus Tes PPPK tapi Dibatalkan

Nasional
Surya Paloh Ungkap Alasan Nasdem Tak Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Surya Paloh Ungkap Alasan Nasdem Tak Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Nasional
Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau 'Ge-er'

Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau "Ge-er"

Nasional
Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Nasional
Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Nasional
JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin 'Merampok'

JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin "Merampok"

Nasional
Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Nasional
Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Nasional
Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Nasional
Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com