JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) meminta pihak Istana lebih keras dalam mendesak pengungkapan kasus kematian Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat.
Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik menekankan pentingnya desakan dari Istana agar kasus tersebut dapat terungkap secara jelas.
“Saya akan datang lagi kepada Istana untuk meminta supaya Istana lebih keras menekan, supaya keluar terbuka semua seterang-terangnya yang salah ya salah, salahnya apa, ya dia harus menanggung hukuman,” kata Taufan, dalam webinar yang digelar Sabtu (6/8/2022).
Baca juga: Komnas HAM: Tak Ada Keterangan dan Saksi Brigadir J Todongkan Senjata ke Istri Ferdy Sambo
Taufan mengaku marah setiap kali menonton pemberitaan kasus kematian Brigadir Yosua di televisi. Salah satunya adalah mengenai rekaman kamera pengawas atau CCTV di lokasi yang belum jelas.
Ia mengingatkan agar polisi memberikan keterangan secara terbuka terkait rekaman CCTV saat kejadian penembakan Brigadir J di rumah dinas mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri Irjen Ferdy Sambo.
“Saya akan lapor ke Presiden, itu ancaman bahasa saya untuk mengatakan ‘hey, kalian jangan bohong tentang CCTV’,” ujar Taufan.
Taufan mengatakan, berdasarkan penelusuran Komnas HAM, ada beberapa menit peristiwa krusial yang hanya didukung keterangan dari tersangka Bhayangkara Dua Richard Eliezer atau Bharada E.
Momen tersebut yakni saat rombongan Brigadir J dan Putri Candrawathi, istri Ferdy Sambo, tiba di rumah dinas. Selang beberapa waktu, terlihat Putri kembali ke rumah pribadinya dengan wajah seperti menangis.
“Problem krusialnya adalah karena di TKP (tempat kejadian perkara) itu yang bisa kita dapatkan hanya keterangan Bharada E,” ujar Taufan.
Baca juga: Komnas HAM Belum Bisa Meyakini soal Dugaan Pelecehan Brigadir J terhadap Istri Ferdy Sambo
Terkait polemik CCTV ini, kata Taufan, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah mengamankan 25 orang, termasuk di antaranya adalah tiga perwira tinggi polisi.
Meski belum dinyatakan bersalah, namun terdapat indikasi kuat bahwa mereka terlibat dalam aksi menghalang-halangi penyidikan atau obstruction of justice. Mereka diduga tidak bertindak profesional dan menyulitkan penyidikan kematian Yosua.
“Jadi kami ribut-ribut soal CCTV itu karena kami melihat ada langkah-langkah lain, tapi saya belum bisa buka langkah-langkah yang memang sepertinya nanti Bharada E saja yang menanggung semua ini,” ujar Taufan.
Sebelumnya, rekaman CCTV di rumah dinas Irjen Ferdy sambo hilang. Kapolres Metro Jakarta Selatan pada 12 Juli lalu menyatakan CCTV mati. Akibatnya, dugaan tindak pelecehan oleh Brigadir Yosua kepada Putri tidak terekam.
Belakangan polisi mengungkap adanya dugaan rekaman CCTV itu diambil. Terkait hal ini, Mabes Polri telah mengamankan 25 polisi.
Irjen Ferdy Sambo juga diduga berperan dalam pengambilan CCTV. Saat ini Ferdy telah dibawa ke Markas Korps Brimob karena dinilai melanggar etik dan tidak profesional dalam melakukan olah TKP.
Dalam kasus ini, Bharada E dijerat dugaan pembunuhan Pasal 338 Jo Pasal 55 dan 56 KUHP.
Baca juga: BREAKING NEWS: Ferdy Sambo Diduga Langgar Etik dan Dibawa ke Mako Brimob
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.