KOMISI Pemilihan Umum telah mulai membuka pendaftaran untuk partai politik peserta Pemilu tahun 2024 nanti sejak 1 Agustus hingga 14 Agustus 2022. Tercatat sebelas Partai telah mendaftarkan diri pada minggu pertama.
Pembukaan pendaftaran tersebut menjadi awalan formal dimulainya dinamika politik untuk proses demokrasi elektoral dua tahun mendatang.
Namun demikian, dinamika tersebut tidak akan terlalu berpengaruh terhadap kanalisasi elite politik untuk Pilpres 2024.
Karena berdasarkan UU Pemilu dan Pilpres yang baru, dengan presidential treshold 20 persen, bukan dihitung berdasarkan pada raihan pemilihan umum mendatang, tapi berdasarkan hasil pemilihan tahun 2019 lalu.
Karena itu, pengelompokan politik, terutama untuk koalisi-koalisi pencalonan presiden dan wakil presiden, sudah bisa dibaca per hari ini.
Di barisan pertama tentu ada PDIP yang berhasil meraih suara 27 persenan. Tentu dengan raihan itu, secara legal konstitusional PDIP sudah memenuhi ketentuan presidential treshold tanpa harus berkoalisi dengan partai lain.
Dengan kata lain, dengan kalkulasi egoistis PDIP sebenarnya bisa saja mendamaikan kubu Puan Maharani dan kubu Ganjar Pranowo dengan mengusung keduanya sekaligus sebagai capres dan cawapres 2024.
Namun politik tentu tidak sekaku itu. Raihan jauh di bawah 50 persen masih sangat riskan jika maju sendiri.
PDIP bisa "tepar" jika dikeroyok alias jika PDIP ternyata hanya berhadapan dengan satu atau dua pasangan lawan. Karena itu, opsi memboyong Puan dan Ganjar sekaligus nyaris tidak pernah naik ke permukaan.
Kemudian, atas landscape dan latar politik itu pula, PDIP tentu akan terus memantau perkembangan dan dinamika politik yang ada untuk menemukan sekutu ataupun kawan yang pantas untuk dijadikan "soulmate" politik menghadapi Pilpres 2024.
Peluang yang sering digadang-gadang adalah dengan Gerindra, yang konon terkait dengan kesepakatan Batu Tulis pada tahun 2009 yang ditandatangani oleh Ketua Umum DPP PDIP Megawati Sekarnoputri dengan Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto.
Namun persoalannya, dengan raihan suara nomor wahid secara nasional, tentu PDIP akan sangat sulit menerima tawaran posisi calon wakil presiden untuk calon presiden dari partai dengan raihan suara nomor tiga secara nasional, yaitu Partai Gerindra.
Dengan kata lain, PDIP akan sangat berpeluang tinggal landas dengan partai lain yang bersedia diberi tawaran untuk mengisi posisi sebagai calon wakil presiden.
Gerindra pun nampaknya demikian. Berjuang mempetahankan kesepakatan Batu Tulis secara politik nampaknya bukan opsi yang rasional untuk Gerindra, meskipun hubungan Prabowo dengan Megawati terlihat sangat baik dan cair sejauh ini.
Jadi sangat bisa dipahami mengapa Gerindra menyambut hangat kedatangan Muhaimin Iskandar alias Cak Imin belum lama ini.