JAKARTA, KOMPAS.com - Kejaksaan Agung (Kejagung) melontarkan wacana untuk mengadili pengusaha Surya Darmadi sebagai tersangka kasus dugaan korupsi penyerobotan lahan di Provinsi Riau secara in absentia.
Penyebabnya adalah keberadaan Surya saat ini tidak diketahui.
Selain itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memasukkan Surya ke dalam daftar pencarian orang (DPO) sejak 9 Agustus 2019.
Anggota Komisi III DPR RI dari fraksi Partai Demokrat, Santoso, menduga Surya Darmadi melarikan diri ke Singapura.
Baca juga: Kejagung Buka Peluang Gelar Sidang In Absentia untuk Surya Darmadi
Akan tetapi, keberadaan Surya tetap harus dipastikan. Apalagi dia ditetapkan sebagai tersangka dalam 2 kasus korupsi berbeda oleh KPK dan Kejagung.
Dikutip dari Hukumonline, in absentia sebenarnya bukan sebuah sistem peradilan. Namun, dari segi hukum acara pidana, itu adalah kondisi saat terdakwa tidak hadir dalam persidangan.
Sedangkan menurut hukum acara perdata atau hukum acara tata negara, in absentia berarti tergugat tidak hadir dalam persidangan.
Dalam pengertian lain, in absentia berarti terdakwa telah dipanggil secara sah dan tidak hadir di persidangan tanpa alasan yang sah, sehingga pengadilan melaksanakan pemeriksaan di pengadilan tanpa kehadiran terdakwa.
Kondisi in absentia dalam persidangan terdapat dalam Pasal 196 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang menyatakan: ”Pengadilan memutus perkara dengan hadirnya terdakwa kecuali dalam hal undang-undang ini menentukan lain”.
Baca juga: Eks Penyidik KPK Sebut Perlu Komitmen Jokowi Buru Surya Darmadi
Dalam penanganan kasus tindak pidana korupsi, proses persidangan in absentia memang diatur secara khusus.
Hal itu terdapat dalam Pasal 38 ayat (1) UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 yang menyatakan: “Dalam hal terdakwa telah dipanggil secara sah, dan tidak hadir di sidang pengadilan tanpa alasan yang sah, maka perkara dapat diperiksa dan diputus tanpa kehadirannya.”
Salah satu terdakwa korupsi yang pernah diadili secara in absentia adalah mantan Presiden Direktur PT Trans-Pacific Petrochemical Indotama (TPPI), Honggo Wendratno.
Dia divonis 16 tahun penjara dalam sidang secara in absentia. Penyebabnya adalah Honggo masih buron hingga kini.
Kasus korupsi pada penjualan kondensat oleh PT TPPI menjadi salah satu kasus korupsi terbesar di Indonesia.
Baca juga: Polri: Red Notice Surya Darmadi Sudah Terbit, Berlaku hingga 2025
Dalam kasus ini, negara mengalami kerugian hingga Rp 2,7 miliar Dollar Amerika Serikat atau sekitar Rp 37,8 triliun.