Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Mustakim
Jurnalis

Eksekutif Produser program talkshow Satu Meja The Forum dan Dua Arah Kompas TV

Membuka Kotak Pandora Kasus Brigadir J

Kompas.com - 03/08/2022, 11:39 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

KASUS kematian Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau yang kerap disebut Brigadir J sudah berjalan hampir empat pekan. Namun, hingga saat ini belum ada titik terang, meski kasusnya sudah dinaikkan ke tahap penyidikan.

Kasus ‘polisi tembak polisi’ masih terus menyita perhatian. Insiden penembakan sudah berjalan hampir satu bulan, namun hingga sekarang belum ada kejelasan.

Keputusan polisi menaikkan penanganan kasus ini dari penyelidikan menjadi penyidikan juga menyisakan pertanyaan.

Pasalnya, hingga saat ini tak kunjung ada tersangka yang ditetapkan. Lazimnya, sebuah kasus naik dari penyelidikan ke penyidikan karena sudah ditemukan adanya unsur pidana yang dilakukan oleh seseorang dalam sebuah kejadian.

Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Listyo Sigit Prabowo sudah melakukan berbagai kebijakan dan terobosan, mulai dari membentuk tim khusus hingga mengambil alih kasus.

Orang nomor satu di Polri ini bahkan sudah menonaktifkan sejumlah orang guna memudahkan proses penyidikan.

Mereka adalah Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo, Kepala Biro Pengamanan Internal (Karo Paminal) Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Brigjen Pol. Hendra Kurniawan dan Kepala Kepolisian Resor Metro (Kapolrestro) Jakarta Selatan, Kombes Pol. Budhi Herdhi.

Rumit dan berbelit

Kasus ini memang terkesan janggal sejak awal. Juga rumit dan berbelit. Kejanggalan penanganan kasus ini bisa dilihat mulai dari lambannya polisi membuka kasus ini, hingga keterangan dan pernyataan yang berbeda-beda dari Kepolisian terkait kasus kematian sang ajudan.

Kebijakan Kepolisian yang melarang keluarga untuk melihat jenazah Brigadir J juga menimbulkan kecurigaan hingga berbuntut desakan otopsi ulang.

Sebagian kalangan menganggap kasus ini terang benderang. Namun, jadi terkesan rumit dan berbelit.

Kasus ini dinilai menjadi rumit salah satunya karena Kepolisian buru-buru menyimpulkan. Kepolisian dinilai terlalu dini saat menjelaskan duduk perkara kasus ini. Sementara belum ada penyelidikan dan penyidikan yang menyeluruh terkait kasus polisi tembak polisi ini.

Seharusnya Kepolisian melakukan ‘scientific crime investigation’ atau penyidikan berbasis ilmiah dulu sebelum menyimpulkan sesuatu.

Selain itu, keterangan polisi yang berubah-ubah terkait barang bukti juga memicu asumsi dan spekulasi terkait kasus ini.

Membuka kotak pandora

Kasus kematian Brigadir J ibarat kotak pandora. Kepolisian yang biasanya tangkas dan cekatan mengungkap dan menuntaskan berbagai kasus pembunuhan terkesan lamban dan gelagapan. Berbagai alasan disodorkan, mulai dari motif hingga barang bukti yang berceceran.

Polri tak sendiri. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) juga dilibatkan guna membantu Polri menangani kasus ini.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Nasional
Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Nasional
TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

Nasional
Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

Nasional
Pakar Hukum Duga Ada 'Orang Kuat' Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Pakar Hukum Duga Ada "Orang Kuat" Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Nasional
Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia 'The New Soekarno'

Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia "The New Soekarno"

Nasional
TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

Nasional
Terseretnya Nama Jokowi dalam Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Terseretnya Nama Jokowi dalam Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Nasional
Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Nasional
Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Nasional
Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Nasional
Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Nasional
Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Nasional
Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Nasional
Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com