JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy menjelaskan alasan mengapa Kementerian Sosial mencabut izin pengumpulan barang dan duang Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT).
Dalam konteks kasus ACT, kata Muhadjir, pemerintah tidak bisa lagi sekedar mengingatkan.
"Banyak yang menanyakan di aturan kemensos itu kan ada peringatan 1 , peringatan 2, peringatan 3 kan gitu ya baru ada sanksi. Saya yang bilang itu tidak bisa diberlakukan seperti itu. Tergantung kasusnya. Kalau baru melompat pagar, ya diingatkan. Kalau baru buka pintu diingatkan kedua," ujar Muhadjir di kompleks Istana Kepresidenan, Senin (1/8/2022).
Baca juga: Menko PMK: Ada Indikasi ACT Ambil Dana untuk Bantuan Bencana Alam
"Tapi kalau sudah lari bawa hasil curian masa, ya cuma diingatkan, ya harus dikejar dong. Kalau diingatkan ya akan lari cepet dia. Jadi itu kenapa saya (saat) ad interim (Mensos) itu ambil kebijakan cabut hari itu juga. Ya itu persoalannya. dan sekarang Insya Allah kan terbukti kan," tegasnya memberikan analogi.
Muhadjir pun menegaskan, pencabutan izin pengumpulan barang dan uang berbeda dengan membubarkan ACT.
Dia menekankan yang dicabut oleh Kemensos yakni izin pengumpulan barang dan jasa untuk bantuan sosial.
Meski izin dicabut, tetapi ACT masih harus bertanggungjawab atas kewajiban-kewajibannya.
Di antaranya menyalurkan bantuan dan melakukan pembangunan infrastruktur sebagaimana perjanjian kontrak dengan lembaga tertentu.
Baca juga: Penahanan 4 Tersangka ACT dan Dugaan Hilangkan Barang Bukti
"Jadi Kemensos itu hanya mencabut dia untuk apakah dia bisa mengumpulkan uang dan barang. Kenapa? Karena jejak ketemu dia sendiri mengakui bahwa dia telah mengambil biaya untuk operasional itu di atas yang seharusnya, 10 persen, dia ambil 13,6 persen," ungkap Muhadjir.
Selain itu, berdasarkan temuan Inspektur Jenderal (Irjen) Kemensos ternyata tidak hanya temuan itu yang terungkap.
Temuan lain Irjen Kemensos juga menyebutkan ada indikasi ACT mengambil dana-dana untuk bantuan bencana alam dengan jumlah tertentu.
Padahal menurutnya pihak pengelola dan pengumpul dana untuk bencana alam tidak boleh mengambil satu persen pun.
"Termasuk untuk bencana alam itu harus 0. Tidak boleh bantuan bencana alam itu pihak pengelola pengumpul tak boleh mengambil satu persen pun enggak boleh," turur Muhadjir.
Baca juga: Polri: ACT Himpun Donasi Rp 2 Triliun Sejak 2005-2020, Dipotong Rp 450 Miliar untuk Operasional
"Atas dasar itulah maka saya waktu itu waktu itu ad interim harus lapor presiden dulu, juga telpon Bu Risma (Menteri Sosial Tri Rismaharini) dulu saat akan naik haji, gimana ini? Posisinya begini gimana kalau sebaiknya kita cabut dulu? Biar Irjen masuk untuk audit bagaimana kondisi keuangannya, kondisi semuanya," jelas Muhadjir.
Dia menambahkan, apabila ada indikasi penyimpangan dana maka masuk ke ranah pidana.
Sehingga pihaknya memperbolehkan kepolisian untuk menangani kasus tersebut.
"Bagaimana jika ada kaitan perputaran uangnya, dananya silakan PPATK , gitu," tambah Muhadjir.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.