Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ari Junaedi
Akademisi dan konsultan komunikasi

Doktor komunikasi politik & Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama.

Euforia Militer di Balik Seragam Kementerian "Pertanahan"

Kompas.com - 01/08/2022, 08:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SAYA setarakan Kepala Kantor Wilayah dan Kepala Kantor Pertanahan seperti Kepala Kejaksaan Negeri, Kepala Kepolisian Resor maupun Kepala Distrik Militer supaya mereka confident (percaya diri) untuk tampil ke depan. Di samping itu kita ingat bahwa Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) ini adalah satu institusi yang vertikal. Artinya apabila diberikan perintah, maka merasa langsung berwibawa. Sehingga, modalnya dinilai mudah”. (Hadi Tjahjanto – Menteri ATR/Kepala BPN saat konferensi pers Rakernas Kementerian ATR/BPN Tahun 2022, Rabu,27/7/2022).

Negeri kita ini begitu mengagungkan pemakaian seragam dan segala pernak-perniknya. Pemakaian seragam yang sama, lengkap dengan embel-embel nama organisasi dan lebih gemebyar lagi jika menggunakan baret atau topi dan kalau perlu tongkat komando menjadi sebuah fenomena yang tidak ada habisnya di negeri ini. Belum lagi sederet pangkat warna-warni memenuhi dada dan pundak.

Baca juga: Hadi Tjahjanto Beberkan Alasan Pejabat BPN Pakai Baret dan Tongkat Komando

Ada minsdset yang tidak berubah di masyarakat kita, terutama sejak Orde Baru berkuasa sampai sekarang – termasuk para elite kita - pemakaian seragam yang kompak seperti menjadi sebuah keharusan. Kita seolah-olah hidup dalam era mekanis, semua kehidupan harus tertata dan seragam. Seolah-olah, seragam menjadi sebuah kewajiban, sejak usia dini ketika menempuh pendidikan di tingkat pendidikan anak usia dini (PAUD), sekolah dasar (SD), sekolah menengah atas (SMA) hingga saat bekerja.

Belum lagi, organisasi massa yang memang sengaja dibentuk tentara, polisi bahkan partai politik semuanya begitu “mengagung-agungkan” seragam, entah berwarna loreng atau mirip uniform militer. Bahkan ormas keagamaan pun juga latah memakai seragam militer. Entah kehormatan apa yang ingin dicari jika seragam itu dikenakan. Kebanggaan dan kecintaan terhadap organisasi tidak selalu diwujudkan dalam bentuk penggunaan seragam. Justru elan organisasi harusnya diimplementasikan ke karya nyata di masyarakat.

Saya jadi teringat dengan pengalaman mengunjungi Pyongyang, ibu kota Korea Utara di tahun 2005 dan 2006. Di sana kehidupan begitu mengagungkan keseragaman, kesamaan dan monoton. Tidak hanya militer, kaum sipil pun menggunakan atribut yang sama berupa pin bergambar Bapak Korea Utara, Kim Il Sung, yang tersemat di busana yang dikenakannya. Tua muda, pejabat atau rakyat jelata di Korea Utara menggunakan baju yang berbahan sama, dengan model yang seragam serta menyematkan pin yang sama pula.

Keputusan mantan Panglima TNI Marsekal (Purn) Hadi Tjahjanto yang kini menjabat Menteri ATR/Kepala BPN mengeluarkan kebijakan baru penggunaan seragam yang terkesan mirip militer berupa topi baret, tongkat komando, serta tanda kepangkatan yang menempel di pundak serta di dada tidak urung mengundang tanda tanya. Penggunaan baret dan tongkat komando menjadi simbol struktur garis komando yang berlaku di lingkup TNI.

Apakah latar belakang Hadi yang militer bahkan pernah menjabat orang nomor 1 di TNI AU dan TNI ikut memberi andil penentuan seragam baru? Apakah layak memprioritaskan urusan seragam “baru” sementara kinerja institusi tersebut masih dilihat publik dengan pandangan minor?

Wakil Ketua Komisi II DPR-RI, Junimart Girsang, malah mempertanyakan urgensi pemakaian seragam ala tentara bagi para pejabat dan pegawai ATR/BPN. Selain aneh juga sulit dipahami dari frame of reference yang digunakan Menteri Hadi Tjahjanto soal pemilihan seragam baru. Apakah dengan pemakaian seragam baru ikut memengaruhi kinerja dari Kementerian ATR/BPN? (Liputan6.com, 28 Juli 2022).

Menambah rasa percaya diri

Menteri Hadi Tjahjanto tidak membantah bahwa penggunaan seragam baru untuk pegawai di kementeriannya terkesan mirip militer. Hal ini dianggapnya untuk menambah rasa percaya diri anak buahnya. Lagi pula, seragam baru tersebut merupakan seragam yang lama hanya kini diperlengkapi dengan tanda pangkat, tongkat komando serta baret. Atribut-atribut tersebut dipakai lengkap bersama dengan pakaian dinas harian (PDH).

Dengan seragam baru diharapkan komunikasi para pejabat ATR/BPN dengan forum komunikasi pimpinan daerah (Forkopimda) tidak canggung. Umum dan jamak, di setiap acara seremonial di daerah-daerah, para pejabat yang tergabung di Forkopimda selalu mendapat duduk di kursi sofa urutan depan. Lengkap dengan tongkat “komando” yang disandangnya. Seperti halnya seragam ala militer pegawai Kementerian ATR/BPN, kementerian-kementerian lain pun juga menerapkan hal yang sama.

Baca juga: Ulah Para Mafia Tanah dan Janji-janji Hadi Tjahjanto...

Kementerian Perhubungan misalnya di medio 2017, menggunakan tanda empat bintang berwarna kuning emas di topi dan bahu seragam dinas harian. Masyarakat sipil kita termasuk pegawai kementerian yang menggunakan seragam militer adalah sebuah fenomena yang ada sejak zaman dulu. Tentu kita masih ingat, saat bersekolah di tingkat taman kanak-kanak pun kita terbiasa menggunakan seragam tentara atau polisi saat memperingati hari-hari besar nasional.

Penggunaan atribut militer tidak saja menyasar ke busana atau seragam tetapi juga menerpa kepada properti seperti pos penjagaan di perumahan, kantor cabang atau anak ranting partai dan organisasi massa tetapi juga ke kendaraan. Penggunaan stiker seperti “Keluarga Militer” di kendaraan menjadi jamak ditemukan di mana-mana. Pemakaian seragam militer merupakan wujud dari pemujaan karakteristik militer, yakni sifat khas sesuai perwatakan militer. Perwatakan militer sendiri merupakan bentuk visualisasi militer yang masih digunakan sebagai pakaian dinas maupun sudah tidak lagi digunakan dalam kedinasan militer.

Saya pernah membimbing penulisan tesis di sebuah program pascasarjana di salah satu perguruan tinggi di Jakarta. Mahasiswa bimbingan saya meneliti tentang strategi branding yang digunakan Presiden Soekarno. Bung Karno begitu lekat memakai busana ala militer ternyata dimaknai sebagai rasa kebanggaan wong cilik yang lama tertindas terhadap presidennya.

Bung Karno memahami bagaimana “mempermainkan” perasaan rakyatnya jika melihat pemimpinnya tampil necis berwibawa. Pemimpin adalah simbol kekuasaan. Busana menjadi alat yang tepat untuk membangkitkan kepercayaan dan martabat bagi rakyat Indonesia yang telah lama dijajah kolonial.

Busana ala militer digunakan untuk membangun jiwa dan membangkitkan mental agar muncul kepercayaan diri. Bung Karno merancang sendiri bentuk seragam kepresidenannya yang merupakan padu padan antara seragam militer dan pejuang sipil. Jas ditampilkan dengan kantung tempel berjumlah empat buah menggunakan tanda kepresidenan berupa lingkaran dengan bintang bersudut lima serta kopiah hitam yang sedikit miring ke kiri sebagaimana gaya topi baret anggota militer pada masa itu.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Nasional
Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Nasional
Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nasional
JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

Nasional
Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Nasional
Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Nasional
DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

Nasional
Komisi II Sebut 'Presidential Threshold' Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Komisi II Sebut "Presidential Threshold" Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Nasional
Prabowo Nyanyi 'Pertemuan' di Depan Titiek Soeharto: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Prabowo Nyanyi "Pertemuan" di Depan Titiek Soeharto: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Nasional
Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Nasional
Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Nasional
Bubar Jalan dan Merapat ke Prabowo, Koalisi Perubahan Dinilai Hanya Jual Gimik Narasi Kritis

Bubar Jalan dan Merapat ke Prabowo, Koalisi Perubahan Dinilai Hanya Jual Gimik Narasi Kritis

Nasional
Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran, PPP: Tak Ada Lagi Koalisi 01 dan 03

Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran, PPP: Tak Ada Lagi Koalisi 01 dan 03

Nasional
CSIS: Pemilu 2024 Hasilkan Anggota DPR Muda Paling Minim Sepanjang Sejarah sejak 1999

CSIS: Pemilu 2024 Hasilkan Anggota DPR Muda Paling Minim Sepanjang Sejarah sejak 1999

Nasional
PPATK Koordinasi ke Kejagung Terkait Aliran Dana Harvey Moeis di Kasus Korupsi Timah

PPATK Koordinasi ke Kejagung Terkait Aliran Dana Harvey Moeis di Kasus Korupsi Timah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com