SAAT pidato pelantikan Presiden dan Wakil Presiden 2019-2024, Presiden Joko Widodo menceritakan pengalamannya dalam mendobrak protokol di Istana Kepresidenan.
Saat itu, di Hari Raya Idul Fitri tahun pertamanya menjabat, Presiden mengadakan acara halalbihalal. Dalam acara tersebut, Presiden turut mengundang masyarakat.
Kemudian protokol memintanya untuk berdiri di suatu titik, dan Presiden Jokowi pun mengikuti arahan tersebut.
Tahun kedua, Presiden Jokowi mengadakan acara halalbihalal lagi, lalu protokol memintanya berdiri di titik yang sama, di titik itu lagi. Apa yang dilakukan oleh Presiden?
Bapak Presiden langsung berkata kepada Mensesneg untuk berpindah lokasi.
“Pak ayo kita pindah lokasi lain”, ujar Presiden Jokowi.
Dalam pidatonya tersebut, Presiden mengungkapkan bahwa hal itu Ia lakukan dalam upaya mendobrak protokol yang terlalu terpaku aturan dan terkadang tak memperhatikan konteks.
Ia khawatir, kepatuhan terhadap protokol seperti itu menjadi kebiasaan para menteri dan pejabat pembantunya.
“Kalau kita tidak pindah, akan jadi kebiasaan. Itu akan dianggap sebagai aturan dan bahkan nantinya kan dijadikan seperti undang-undang. Ini yang namanya monoton dan rutinitas,” lanjut Presiden.
Saya yakin gambaran tersebut bukan hanya mengarah pada petugas atau staf protokoler semata, namun juga mengarah kepada ASN secara luas.
Birokrasi kita masih dipandang sebagai birokrasi yang kaku, monoton, dan sering melakukan aktivitas yang bersifat rutinitas.
Profesi PNS masih menjadi profesi yang benci-benci cinta. Tidak sedikit orang yang membenci PNS karena menganggap PNS lelet, malas, dan kurang inovatif.
Di sisi lain, masih banyak orang yang masih bercita-cita menjadi PNS. Gambaran yang ada di masyarakat, menjadi PNS adalah profesi yang ideal dan menjanjikan masa depan yang cerah. Pekerjaan yang nyaman serta adanya kompensasi pensiun.
Sehingga saat ada seleksi CPNS, banyak masyarakat berbondong-bondong untuk melamar. Padahal, situasi kenyamanan PNS saat ini tidak seperti yang dibayangkan dahulu.
Saya teringat perihal tutupnya gerai Giant tahun lalu. Para pengamat berpendapat bahwa tutupnya Giant disebabkan oleh perubahan pola perilaku belanja masyarakat serta gempuran e-commerce.