JAKARTA, KOMPAS.com- Direktur Eksekutif Institute for Democracy and Strategic Affairs (Indostrategic) Ahmad Khoirul Umam menduga, Partai Gerindra masih ragu untuk mengusung Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar sebagai calon wakil presiden (cawapres) di Pemilu 2024.
Menurut Umam, alih-alih Cak Imin, Gerindra lebih mempertimbangkan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa untuk disandingkan dengan Prabowo Subianto di pemilihan presiden mendatang.
"Di satu sisi, PKB tentu mengharapkan nama Cak Imin sebagai cawapres," kata Umam kepada Kompas.com, Kamis (28/7/2022).
"Namun di sisi lain, ada elemen di lingkaran inti Gerindra yang mengharapkan nama Khofifah sebagai pendamping Prabowo di Pilpres 2024 mendatang," tuturnya.
Baca juga: Gerindra-PKB Segera Umumkan Koalisi, Akan Usung Prabowo-Muhaimin?
Umam berpendapat, Gerindra setidaknya punya dua alasan untuk lebih mempertimbangkan Khofifah.
Pertama, partai pimpinan Prabowo Subianto itu hendak menyasar basis pemilih loyal Nahdlatul Ulama (NU), khususnya di kalangan ibu-ibu.
Kalangan Nahdliyin ini umumnya tergabung dalam jaringan Muslimat, Fatayat, maupun alumni Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) atau Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) yang berasal dari akar kultural Nahdliyyin.
"Semua itu diharapkan bisa menjadi trade off atau pertukaran kekuatan pemilih, sebagai pengganti atas kekuatan dukungan yang hilang atau setidaknya menurun secara signifikan dari basis dukungan kelompok muslim di wilayah Sumatera, Jawa Barat, NTB dan lainnya di 2024 mendatang," ujar Umam.
Baca juga: PKB Siap Cak Imin jadi Cawapres jika Berkoalisi dengan Gerindra
Kedua, kata Umam, Gerindra telah berhitung bahwa salah satu faktor kekalahan Prabowo di Pilpres 2014 dan 2019 karena terjadinya defisit dukungan di wilayah Jawa Timur.
Oleh karenanya, penguasaan wilayah Jawa Timur diharapkan mampu mendorong kemenangan Prabowo di pilpres mendatang.
Namun demikian, Umam mengatakan, upaya menyandingkan Prabowo-Khofifah berpotensi terganjal oleh sejumlah realitas politik.
Pertama, Khofifah tidak memilik rumah politik yang jelas. Kendati punya kedekatan sejarah dengan partai Islam seperti PKB dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP), mantan Menteri Sosial itu justru diusung oleh Demokrat dan Golkar di Pilkada Jatim 2018.
Kedua, lanjut Umam, PKB sebagai partai yang akan berkoalisi dengan Gerindra diprediksi akan terus menawarkan nama Cak Imin sebagai cawapres.
Ketiga, suara Nahdliyin berpotensi terbelah di 2024 dan tidak sesolid saat Pilpres 2019, ketika politik identitas menguat dan Rais Aam PBNU Ma'ruf Amin jadi cawapres Joko Widodo.
"Indikator ketidaksolidan basis massa Nahdliyin di 2024 mendatang ditandai oleh tersulutnya akar konflik antara elite PKB dan elite PBNU, hingga tidak adanya nama tunggal yang berpotensi menjadi pemersatu kekuatan Nahdliyin pada Pilpres 2024 mendatang," kata Umam.