JAKARTA, KOMPAS.com - Daftar pencarian orang (DPO) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bertambah panjang.
Satu lagi tersangka kasus korupsi yang lolos dari KPK, yakni mantan Bupati Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan, Mardani H Maming.
Maming ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap izin usaha pertambangan di Tanah Bumbu pada akhir Juni 2022.
Sebelum ini, dia tak memenuhi dua kali panggilan pemeriksaan KPK, tepatnya pada 14 Juli dan 21 Juli.
KPK lantas melakukan upaya penjemputan paksa dan menggeledah aprtemen Maming di Jakarta, tapi, politisi PDI Perjuangan itu tak tampak batang hidungnya.
Baca juga: Masuk DPO, Mardani Maming Resmi Buronan KPK
"Hari ini KPK memasukkan tersangka ini dalam daftar pencarian orang (DPO) dan paralel dengan itu KPK juga berkirim surat ke Bareskrim Polri untuk meminta bantuan penangkapan terhadap tersangka dimaksud," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam pesan tertulisnya kepada wartawan, Selasa (26/7/2022).
KPK meminta Maming menyerahkan diri agar pengusutan perkara ini tak terkendala. Masyarakat yang memiliki informasi terkait keberadaan Maming pun diminta menghubungi lembaga antirasuah itu.
"Jika masyarakat memiliki informasi, silakan dapat menghubungi langsung KPK melalui call center 198 atau kantor kepolisian terdekat," kata Ali.
Baca juga: KPK Minta Bantuan Polri Tangkap Mardani Maming
Namun begitu, penerbitan DPO atas nama Mardani Maming ini menuai protes dari kuasa hukumnya, Bambang Widjojanto.
Bambang menilai, KPK menyembunyikan informasi tentang rencana kehadiran kliennya pada 28 Juli mendatang.
Menurutnya, informasi ini telah disampaikan melalui surat Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LPBH PBNU) ke KPK pada Senin (25/7/2022).
"Kenapa informasi yang sangat jelas itu disembunyikan KPK? Beginikah cara penegakan hukum ala KPK, tidak transparan dan sangat tidak akuntabel," ujar Bambang kepada Kompas.com, Selasa (26/7/2022).
Bambang pun menilai, KPK memberikan informasi yang keliru dan sesat dengan menyebut kliennya tidak kooperatif.
Adapun dalam perkara ini, Maming disebut menerima Rp 104,3 miliar dalam kurun waktu 7 tahun, yaitu 2014-2021.
Ia juga diduga mendapat fasilitas dan biaya membangun sejumlah perusahaan setelah mengalihkan izin pertambangan dan produksi pertambangan salah satu perusahaan ke PT Prolindo Cipta Nusantara.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.