Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perjalanan Kasus Dugaan Penyelewengan Dana ACT: Pencabutan Izin hingga Penetapan Tersangka

Kompas.com - 25/07/2022, 19:42 WIB
Fitria Chusna Farisa

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Kasus dugaan penyelewengan dana lembaga filantropi Aksi Cepat Tanggap (ACT) memasuki babak baru.

Setelah melalui serangkaian pemeriksaan polisi, pendiri sekaligus mantan Presiden ACT Ahyudin dan Presiden ACT yang kini menjabat, Ibnu Khajar, ditetapkan sebagai tersangka.

Kasus ini bergulir cepat. Polisi menetapkan sejumlah pihak sebagai tersangka tak sampai satu bulan sejak kasus ini terungkap ke publik.

Berikut perjalanan kasus dugaan penyelewengan dana ACT sejak awal hingga update terkini.

Baca juga: Bareskrim Tetapkan Ahyudin dan Ibnu Khajar Tersangka Penyelewengan Dana ACT

Awal mula kasus

Dugaan penyelewengan dana di tubuh ACT pertama kali terungkap melalui laporan jurnalistik Majalah Tempo.

Dalam laporan tersebut dikatakan bahwa para petinggi yayasan ACT, khususnya Ahyudin, diduga bermewah-mewahan menggunakan uang hasil sumbangan masyarakat.

Setelah ramai diperbincangkan, manajemen ACT akhirnya meminta maaf. Permintaan maaf itu disampaikan oleh Presiden ACT yang kini menjabat, Ibnu Khajar.

"Kami sampaikan permohonan maaf atas pemberitaan ini," katanya dalam konferensi pers di kantor pusat ACT, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Senin (4/7/2022).

Baca juga: Berbagai Dugaan Penyelewengan Dana ACT yang Diungkap PPATK dan Polri

Ibnu Khajar tak secara tegas membantah dugaan penyelewengan di yayasan yang ia pimpin, tetapi juga tidak membenarkan.

Kata Ibnu, laporan tersebut sebagian berisi kebenaran, sisanya berisi isu yang dia sendiri tidak tahu sumbernya dari mana.

Kendati demikian, Ibnu membenarkan bahwa para petinggi ACT diganjar gaji ratusan juta rupiah hingga difasilitasi mobil mewah.

Namun demikian, imbalan fantastis itu pada akhirnya dikurangi karena donasi yang masuk ke ACT berkurang.

"Jadi kalau pertanyaan apa sempat berlaku (gaji Rp 250 juta), kami sempat memberlakukan di Januari 2021 tapi tidak berlaku permanen," jelas Ibnu.

Oleh karena kondisi keuangan yang memburuk, pada September 2021 ACT memutuskan mengurangi gaji seluruh karyawan.

Ibnu pun mengaku dirinya mendapat gaji tidak lebih dari Rp 100 juta setiap bulan.

Terkait dengan pemotongan uang sumbangan hingga Rp 13,7 persen, Ibnu berdalih, dana tersebut digunakan untuk operasional, termasuk membayar gaji karyawan dan para petinggi ACT.

Ibnu pun beralasan, ACT tak mengikuti aturan pemotongan donasi lembaga zakat infak sedekah lantaran bukan merupakan lembaga pengumpul sumbangan, melainkan lembaga swadaya masyarakat.

"Kami perlu sampaikan di forum ini bahwa ACT adalah lembaga kemanusiaan yang memiliki izin dari Kemensos, bukan lembaga amil zakat yang izinnya dari Baznas atau Kemenag," terangnya.

Baca juga: Polri: ACT Potong Donasi 10-20 Persen untuk Gaji Karyawannya

Lebih lanjut, Ibnu mengeklaim, ACT sudah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik dan mendapat opini wajar tanpa pengecualian (WTP).

Sejak Ahyudin mengundurkan diri dari ACT, Ibnu mengaku, para pimpinan yayasan tersebut sudah melakukan evaluasi dan perombakan organisasi besar-besaran.

"Sejak 11 Januari 2022 tercipta kesadaran kolektif untuk memperbaiki kondisi lembaga. Dengan masukan dari seluruh cabang, kami melakukan evaluasi secara mendasar," ucap dia.

Temuan PPATK

Dugaan penyelewengan dana ini rupanya telah diproses oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi (PPATK) sejak lama.

Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengatakan, penyelewengan dana itu diduga untuk kepentingan pribadi dan aktivitas terlarang.

Baca juga: Polri Duga Dana Donasi ACT Digunakan untuk Aktivitas Terlarang

"Ya indikasi kepentingan pribadi dan terkait dengan dugaan aktivitas terlarang," kata Ivan saat dikonfirmasi, Senin (4/7/2022).

PPATK saat itu juga memberikan laporan dugaan penyelewengan ini ke aparat penegak hukum, termasuk Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiterror.

Izin dicabut

Imbas kasus ini, Kementerian Sosial (Kemensos) mencabut izin Penyelenggaraan Pengumpilan Uang dan Barang (PUB) ACT pada 5 Juli 2022.

Sebabnya, ditemukan dugaan pelanggaran aturan yang dilakukan ACT terkait dengan pemotongan dana sumbangan.

"Jadi alasan kita mencabut dengan pertimbangan karena adanya indikasi pelanggaran terhadap Peraturan Menteri Sosial sampai nanti menunggu hasil pemeriksaan dari Inspektorat Jenderal baru akan ada ketentuan sanksi lebih lanjut," kata Menteri Sosial ad interim Muhadjir Effendy dalam keterangan tertulis, Rabu (6/7/2022).

Baca juga: Seluruh Kantor Ditutup, Bagaimana Nasib 1.128 Karyawan ACT?

Sebelum memutuskan mencabut izin PUB ACT, Kemensos lebih dulu mengundang Ibnu Khajar dan sejumlah pengurus yayasan pada Selasa (5/7/2022) untuk menyampaikan penjelasan dan klarifikasi.

Dari hasil pertemuan, diketahui bahwa ACT memotong dana sumbangan lebih besar dari ketentuan yang diatur oleh undang-undang.

Merujuk Pasal 6 Ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan, pembiayaan usaha pengumpulan sumbangan sebanyak-banyaknya 10 persen dari hasil pengumpulan sumbangan yang bersangkutan.

Sementara, ACT memotong dana sekitar 13,7 persen dari hasil pengumpulan uang atau barang sumbangan masyarakat. Dana potongan itu diklaim untuk operasional yayasan.

"Angka 13,7 persen tersebut tidak sesuai dengan ketentuan batasan maksimal 10 persen. Sementara itu, PUB Bencana seluruhnya disalurkan kepada masyarakat tanpa ada biaya operasional dari dana yang terkumpul," terang Muhadjir.

Baca juga: Polri Duga Seluruh Pengurus Yayasan ACT Salahgunakan Dana Donasi untuk Kepentingan Pribadi

Diperiksa polisi

Sejak awal kasus ini terbongkar, Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri langsung bergerak melakukan penyelidikan.

Polri menduga, seluruh pengurus Yayasan ACT menyalahgunakan dana donasi untuk kepentingan pribadi, bahkan buat aktivitas terlarang.

Pada 8 Juli 2022, Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri untuk pertama kalinya memeriksa Ahyudin dan Ibnu Khajar.

Pada pemeriksaan pertamanya, Ahyudin mengaku ditanya soal legalitas ACT hingga tugas dan tanggung jawabnya saat memimpin yayasan tersebut.

Tiga hari setelahnya atau 11 Juli 2022, Polri meningkatkan penanganan kasus ini ke tahap penyidikan.

Pemeriksaan terhadap Ahyudin, Ibnu Khajar, dan sejumlah pihak lainnya pun terus berlanjut. Maraton pemeriksaan berlangsung hingga 21 Juli 2022, Ahyudin diperiksa untuk yang kesembilan kalinya.

Sehari sebelumnya, Ahyudin juga diperiksa oleh penyidik dan mengaku ditanya soal penggajian hingga pengadaan kendaraan karyawan ACT.

“Menggali tentang di antaranya dibahas tentang bagaimana mekanisme-mekanisme ACT dalam hal penggajian, dalam hal pembelian aset yayasan, dalam hal pengadaan kendaraan bagi pejabat yayasan maupun bagi pegawai,” kata Ahyudin usai pemeriksaan di Lobi Bareskrim Polri, Jakarta, Rabu (20/7/2022).

Saat itu, Ahyudin mengatakan, dirinya tak pernah absen dari panggilan pemeriksaan. Setiap kali pemeriksaan menghabiskan waktu rata-rata 12 jam.

Baca juga: Polri Tak Tahan 4 Tersangka Kasus ACT, Termasuk Ahyudin dan Ibnu Khajar

Tersangka

Setelah melalui serangkaian pemeriksaan yang panjang, pada Senin (25/7/2022), polisi akhirnya menetapkan Ahyudin dan Ibnu Khajar sebagai tersangka dugaan penyelewengan dana ACT.

Menurut pihak kepolisian, Ahyudin menjadi tersangka karena pada saat kejadian dia menjabat sebagai Ketua Pembina ACT. Sementara, Ibnu Khajar selaku pengurus yayasan.

Selain Ahyudin dan Ibnu Khajar, ada dua orang petinggi ACT lain yang ditetapkan tersangka.

"Selanjutnya, H sebagai anggota pembina NIA selaku anggota pembina," kata Wakil Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Kombes Helfi Assegaf dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta, Senin (25/7/2022).

Keempatnya ditetapkan sebagai tersangka karena diduga melakukan penyelewengan dana ACT, salah satunya dana sosial untuk para korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610 senilai Rp 34 miliar.

"Digunakan untuk program yang telah dibuat oleh ACT kurang lebih Rp 103 miliar dan sisanya Rp 34 miliar digunakan tidak sesuai dengan peruntukannya," terang Helfi.

Helfi menjelaskan, ACT menyalahgunakan dana itu untuk pengadaan armada rice truk senilai Rp 2 miliar. Lalu, untuk program big food bus senilai Rp 2,8 miliar, dan untuk pembangunan pesantren peradaban Tasikmalaya senilai Rp 8,7 miliar.

Kemudian, ada juga Rp 3 miliar digunakan untuk dana talangan CV CUN, serta Rp 7,8 miliar untuk PT MBGS.

“Untuk koperasi syariah 212 kurang lebih Rp 10 miliar,” tutur Helfi.

Kendati telah menetapkan tersangka, polisi belum menahan keempatnya karena masih akan dilakukan gelar perkara kasus ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gibran Temui Prabowo di Kertanegara Jelang Penetapan Presiden-Wapres Terpilih

Gibran Temui Prabowo di Kertanegara Jelang Penetapan Presiden-Wapres Terpilih

Nasional
KPU Batasi 600 Pemilih Tiap TPS untuk Pilkada 2024

KPU Batasi 600 Pemilih Tiap TPS untuk Pilkada 2024

Nasional
Dianggap Sudah Bukan Kader PDI-P, Jokowi Disebut Dekat dengan Golkar

Dianggap Sudah Bukan Kader PDI-P, Jokowi Disebut Dekat dengan Golkar

Nasional
PDI-P Tak Pecat Jokowi, Komarudin Watubun: Kader yang Jadi Presiden, Kita Jaga Etika dan Kehormatannya

PDI-P Tak Pecat Jokowi, Komarudin Watubun: Kader yang Jadi Presiden, Kita Jaga Etika dan Kehormatannya

Nasional
Menko Polhukam: 5.000 Rekening Diblokir Terkait Judi Online, Perputaran Uang Capai Rp 327 Triliun

Menko Polhukam: 5.000 Rekening Diblokir Terkait Judi Online, Perputaran Uang Capai Rp 327 Triliun

Nasional
Golkar Sebut Pembicaraan Komposisi Menteri Akan Kian Intensif Pasca-putusan MK

Golkar Sebut Pembicaraan Komposisi Menteri Akan Kian Intensif Pasca-putusan MK

Nasional
KPU: Sirekap Dipakai Lagi di Pilkada Serentak 2024

KPU: Sirekap Dipakai Lagi di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Pasca-Putusan MK, Zulhas Ajak Semua Pihak Bersatu Wujudkan Indonesia jadi Negara Maju

Pasca-Putusan MK, Zulhas Ajak Semua Pihak Bersatu Wujudkan Indonesia jadi Negara Maju

Nasional
Temui Prabowo di Kertanegara, Waketum Nasdem: Silaturahmi, Tak Ada Pembicaraan Politik

Temui Prabowo di Kertanegara, Waketum Nasdem: Silaturahmi, Tak Ada Pembicaraan Politik

Nasional
Momen Lebaran, Dompet Dhuafa dan Duha Muslimwear Bagikan Kado untuk Anak Yatim dan Duafa

Momen Lebaran, Dompet Dhuafa dan Duha Muslimwear Bagikan Kado untuk Anak Yatim dan Duafa

Nasional
Deputi KPK Minta Prabowo-Gibran Tak Berikan Nama Calon Menteri untuk 'Distabilo' seperti Era Awal Jokowi

Deputi KPK Minta Prabowo-Gibran Tak Berikan Nama Calon Menteri untuk "Distabilo" seperti Era Awal Jokowi

Nasional
Usul Revisi UU Pemilu, Anggota DPR: Selama Ini Pejabat Pengaruhi Pilihan Warga Pakai Fasilitas Negara

Usul Revisi UU Pemilu, Anggota DPR: Selama Ini Pejabat Pengaruhi Pilihan Warga Pakai Fasilitas Negara

Nasional
KPU Mulai Rancang Aturan Pemutakhiran Daftar Pemilih Pilkada 2024

KPU Mulai Rancang Aturan Pemutakhiran Daftar Pemilih Pilkada 2024

Nasional
Waketum Nasdem Ahmad Ali Datangi Rumah Prabowo di Kertanegara

Waketum Nasdem Ahmad Ali Datangi Rumah Prabowo di Kertanegara

Nasional
Sebut Hak Angket Masih Relevan Pasca-Putusan MK, PDI-P: DPR Jangan Cuci Tangan

Sebut Hak Angket Masih Relevan Pasca-Putusan MK, PDI-P: DPR Jangan Cuci Tangan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com