JAKARTA, KOMPAS.com - Hari-hari wartawan yang bertugas di Istana Kepresidenan berubah setelah Abdurrahman Wahid alias Gus Dur meninggalkan jabatannya sebagai presiden Republik Indonesia dan digantikan oleh Megawati Soekarnoputri.
Wartawan yang bertugas di Istana saat itu merasa kehilangan sosok Gus Dur, seorang presiden yang bersahabat sekaligus ramah membuka mulut kepada awak media.
"Jelas (kehilangan), kita kan seolah-olah berbalik 180 derajat. Dari Gus Dur yang suka ngomong kepada wartawan tiba-tiba dapat Ibu Mega yang sama sekali tidak mau ketemu wartawan," kata mantan wartawan Harian Kompas, Mohammad Bakir, Kamis (21/7/2022).
Baca juga: Pengakuan Gus Dur sebagai Seorang Keturunan Tionghoa...
Bakir mengungkapkan, Gus Dur merupakan seorang presiden yang mudah dicegat untuk diminta wawancara.
Bakir berkisah, wartawan cukup memanggil Gus Dur untuk meminta waktu wawancara seusai rapat kabinet, dan dia pun bersedia menyiapkan waktu untuk berbicara.
"'Gus, Gus sebentar Gus,' dia berhenti, kita harus berteriak karena kan beliau enggak melihat, jadi kita berteriak dia sudah mengerti suaranya wartawan, oh ini wartawan, dia berhenti melayani pertanyaan," kata Bakir.
Baca juga: Mengenal Akar Semangat Gus Dur Membela Kaum Minoritas
Menurut Bakir, Gus Dur bersikap terbuka karena ia ingin masyarakat tahu kebijakan yang akan diambil dan alasan yang melatarbelakanginya.
Ia mengatakan, sejak menjabat sebagai ketua umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Gus Dur memang tidak pernah berjarak dengan wartawan.
"Sejak ketua umum PBNU awal 90-an, ya biasa saja, bahkan wartawan itu disuruh naik ke mobilnya wawancara bareng, itu biasa itu," kata Bakir.
Baca juga: Alasan Gus Dur Dijuluki ‘Bapak Tionghoa Indonesia’
Kolega Bakir sesama wartawan Harian Kompas, Joseph Osdar, mengakui, rasa sedih dan kehilangan menggelayuti hati wartawan ketika Gus Dur tersingkir dari Istana.
Osdar mengatakan, yang paling dirindukan oleh wartawan adalah sikap santai Gus Dur menghadapi mereka.
"Wartawan itu sering diajak ngobrol-ngobrol oleh Gus Dur. Ngobrol santai begitu, sekaligus wawancara. Beliau tidak khawatir ditanya apa saja, bahkan pertanyaan yang sensitif pun bisa dijawab dengan santai," kata Osdar, Jumat (22/7/2022),
Gus Dur pun dekat dengan wartawan media asing yang bertugas di Istana. Bahkan sudah akrab selayaknya teman sendiri.
Keterbukaan juga terjadi saat Gus Dur menjadi presiden. Salah satunya, pihak istana membolehkan buku tamu Gus Dur dilihat oleh wartawan.
"Buku tamunya itu dikasih ke ruang wartawan. Jadi kita bisa tahu siapa saja yang datang menemui presiden," kata Osdar.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.