JAKARTA, KOMPAS.com - Pada 23 Juli 2001 dini hari, dunia perpolitikan Indonesia mencatatkan sejarah baru dengan keluarnya maklumat atau dekrit Presiden ke-4 Abdurrahman Wahid.
Tujuan Gus Dur mengeluarkan dekrit tak lain untuk menjaga stabilitas negara akibat gejolak politik yang terjadi. Ketika itu, posisi Gus Dur juga sudah di ujung tanduk, MPR bersiap menggelar sidang istimewa untuk mencopotnya.
Sidang istimewa ini buntut dari sejumlah sejumlah kebijakan Gus Dur yang dianggap kontroversial dan membuat elite Senayan meradang.
Baca juga: Situasi Mencekam, Gus Dur Minta Keluarga Dievakuasi, Tangis Alissa pun Pecah
Beberapa jam sebelum Sidang Istimewa MPR digelar, Gus Dur lebih dulu mengeluarkan dekrit di Istana Merdeka, Jakarta, tepat pukul 01.30 WIB.
Ada tiga poin dalam dekrit tersebut.
Pertama, membubarkan MPR dan DPR.
Kedua, mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat dan mengambil tindakan serta menyusun badan yang diperlukan untuk menyelenggaran Pemilu dalam waktu satu tahun.
Ketiga, menyelamatkan gerakan reformasi total dari hambatan unsur-unsur Orde Baru dengan membekukan Partai Golkar sambil menunggu keputusan Mahkamah Agung.
Baca juga: Cerita di Balik Celana Pendek Gus Dur Saat Menyapa Pendukungnya dari Istana
Beberapa saat sebelum dekrit tersebut resmi dikeluarkan, ternyata terjadi silang pendapat dari kubu pemerintah itu sendiri.
Hal ini terjadi ketika Menteri Koordinator Politik, Sosial, dan Keamanan, Agum Gumelar dan Panglima TNI Laksamana Widodo Adi Sutjipto mendatangi mendatangi Istana Merdeka pada malam harinya, 22 Juli 2001 sekitar pukul 23.30 WIB.
Dikutip dari buku Hari-Hari Terakhir Gus Dur di Istana Rakyat (2009) karya Andreas Harsono dan kawan-kawan, Agum Gumelar dan Widodo AS menyampaikan pendapat kepada Gus Dur berdasarkan hasil rapat para petinggi militer di Departemen Pertahanan, beberapa jam sebelum keduanya mendatangi Istana Merdeka.
Pendapat disampaikan langsung oleh Agum Gumelar di ruang kerja Gus Dur.
"Saya Agum Gumelar, menteri Bapak, ingin menyampaikan pandangan dan saran,” kata Agum Gumelar dikutip dari buku tersebut.
“Kalau Presiden mengeluarkan dekrit, keadaan tidak akan bertambah baik, tapi semakin memburuk, dan ini juga menyangkut nama baik serta reputasi Presiden. Saran saya, janganlah dekrit dikeluarkan demi keselamatan bangsa,” tutur Agum Gumelar.
Setelah mendengar pendapat tersebut, Gus Dur tiba-tiba berdiri sambil berteriak sekeras-kerasnya.
“Kalian semua banci!” kata Gus Dur murka.
Baca juga: Air Mata Gus Dur Mengalir sebelum Terbitkan Dekrit
Teriakan keras Gus Dur mengundang perhatian banyak orang yang berada di luar ruang kerja.
Sejumlah pengawal Gus Dur menyerbu masuk. Agum Gumelar pun kaget. Gus Dur terlihat emosional, hingga napasnya terengah-engah.
Menurut penuturanya kepada majalah Forum, Agum Gumelar memegang tangan Gus Dur.
"Bapak Presiden, saya membantu presiden dan tidak menginginkan presiden mengambil keputusan yang keliru,” kata Agum Gumelar.
"Sudah saya putuskan!" teriak Wahid.
Baca juga: Damai Sesaat di Istana, Kala Gus Dur Selesai Shalat Malam Jelang Dilengserkan MPR...
"Kalau tidak setuju dengan dekrit, maka silakan pisah. Kalau setuju dengan dekrit, maka ikut saya."
Suasana mulai tak nyaman. Agum Gumelar pun mengajak Widodo keluar.
Saran yang disampaikan Agum Gumelar nyatanya tak mengurungkan niat Gus Dur untuk mengeluarkan dekrit. Dekrit pun dikeluarkan.
Begitu juga dengan Sidang Istimewa MPR. Sekalipun Gus Dur mengeluarkan dekrit, MPR tetap menggelar sidang tersebut. Amien Rais juga menolak dekrit tersebut.
Alhasil, Sidang Istimewa MPR memutuskan untuk mencabut mandat Gus Dur sebagai presiden dan digantikan oleh Megawati Soekarnoutri sebagai presiden. Beberapa hari kemudian Hamzah Haz dilantik sebagai Wakil Presiden.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.