JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata menyebut pengertian penyelenggara negara perlu diperluas sehingga pengurus partai politik (Parpol) bisa diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme
Hal itu Alex sampaikan saat menanggapi pengakuan Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Partai Demokrat Andi Arief yang menerima uang Rp 50 juta dari tersangka suap Bupati Penajam Paser Utara nonaktif Abdul Gafur Mas'ud (AGM).
“Andi Arief itu peran dia itu pengurus Parpol, kategorinya tidak masuk berdasarkan undang-undang ya, undang-undang tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas korupsi,” kata Alex dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Kamis (21/7/2022).
Baca juga: KPK Bakal Dalami Pengakuan Andi Arief Terima Rp 50 Juta dari Abdul Gafur
Menurut Alex, terdapat banyak pertanyaan dari masyarakat mengenai perilaku pengurus partai yang menerima uang, salah satunya uang mahar terkait Pemilu.
Namun, para pengurus partai itu selama ini seakan-akan tidak terjerat hukum meski menerima aliran uang tersebut. Karena itu, semestinya definisi penyelenggara diperluas.
“Mestinya sih ada perluasan pengertian penyelenggara negara. Karena apa? Karena kita melihat fungsi dan peran partai politik itu kan sangat strategis,” ujar Alex.
Alex membeberkan pengurus Parpol memiliki posisi yang sangat strategis. Mereka bisa menentukan siapa yang akan menjadi calon wakil rakyat, kepala daerah, bahkan presiden.
Pengurus Parpol, kata Alex bisa menentukan pejabat publik. Namun, dalam undang-undang mereka tidak masuk dalam kategori penyelenggara negara.
Karena itu, menurutnya ahli hukum tata negara (HTN) perlu mengkaji apakah pengurus Parpol bisa masuk dalam kategori tersebut.
“Sehingga ketika yang bersangkutan itu menerima sesuatu terkait dengan penetapan penentuan jabatan publik nah itu kena juga, kan seperti itu,” kata Alex.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum KPK menghadirkan Andi Arief sebagai saksi dalam sidang dugaan suap yang menjerat Abdul Gafur Mas'ud.
Dalam sidang itu, Jaksa KPK mencecar dugaan aliran dana yang diterima Andi Arief dari Gafur. Politikus Partai Demokrat itu kemuian mengakui pernah menerima Rp 50 juta yang dikirimkan dalam sebuah kresek hitam.
Namun, Andi mengaku tidak mengetahui asal usul uang tersebut. Ia mengklaim uang itu digunakan untuk membantu kader Demokrat yang terpapar Covid-19.
Andi juga menyatakan siap mengembalikan uang itu jika pengadilan menyatakan berasal dari tindak pidana.
“Waktu saya diperiksa KPK saya bilang andai uang Rp 50 juta itu diputuskan nanti merupakan yang dari tindak pidana saya kembalikan. Tapi kan saya enggak tahu kalau itu uang pidana. Gimana posisi saya saat ini?” ujar Andi, Rabu (20/7/2022).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.