JAKARTA, KOMPAS.com - Kubu mantan Bupati Tanah Bumbu, Mardani H Maming menghadirkan ahli Hukum Tata Negara (HTN) dan Ilmu Perundang-undangan, ahli acara pidana dan perdata serta ahli Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) - Kepailitan dalam sidang lanjutan gugatan praperadilan melawan status penetapan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Adapun Bendahara Umum (Bendum) Pengurus Besar Besar Nahdlatul (PBNU) itu ditetapkan tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi izin usaha pertambangan (IUP) di Kabupaten Tanah Bumbu tahun 2011.
Baca juga: Gugat Penetapan Tersangka oleh KPK, Kubu Mardani Maming Bawa Bukti dan Saksi ke Sidang Praperadilan
“Ada ahli HTN dan Ilmu Perundang-undangan, Acara Pidana dan Acara Perdata, serta PKPU-Kepailitan,” ujar kuasa hukum Maming, Denny Indrayana di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (21/7/2022).
Denny mengatakan, ahli-ahli yang dihadirkan dalam gugatan praperadilan itu bakal menjelaskan proses penyidikan hingga penetapan tersangka kasus yang menjerat kliennya tidak sah.
Menurut dia, bukti-bukti dan ahli yang dihadirkan juga akan menerangkan bahwa perkara yang menjerat Mardani Maming adalah bentuk kriminalisasi.
“KPK tidak berwenang menangani perkara ini, ada proses penyidikan yang melanggar HAM dan due process of law, dan yang terjadi adalah kriminalisasi transaksi bisnis,” ucap mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) itu.
Adapun sidang perdana praperadilan ini digelar dengan mendengarkan dalil-dalil permohonan dari pihak pemohon pada Selasa (19/7/2022) lalu.
Sehari setelahnya, KPK sebagai pihak termohon menjawab seluruh dalil permohonan yang menjadi dasar kubu Mardani Maming mengajukan praperadilan.
Berdasarkan penelusuran Kompas.com pada situs SIPP PN Jakarta Selatan, gugatan praperadilan Maming tercatat dengan nomor perkara 55/Pid.Prap/2022/PN JKT.SEL.
Baca juga: Kasus Mardani Maming, KPK Duga Ada Aliran Dana Rp 104,3 Miliar
Dalam petitumnya, Mardani Maming meminta hakim tunggal praperadilan mengabulkan gugatan praperadilannya.
Maming yang juga Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) itu meminta agar status tersangkanya dinyatakan tidak sah.
"Menyatakan penetapan pemohon sebagai tersangka yang dilakukan oleh termohon sebagaimana tertuang dalam Surat Perintah Penyidikan Nomor Sprin.Dik 61/DIK.00/01/06/2022 tertanggal 16 Juni 2022 adalah tidak sah dan tidak berdasar atas hukum dan oleh karenanya penetapan a quo tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," demikian bunyi petitum tersebut.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.