JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak uji materi Undang-Undang (UU) Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika pada UUD 1945.
Permohonan itu diajukan oleh sejumlah pihak untuk bisa memanfaatkan ganja medis demi kebutuhan kesehatan.
Uji materi nomor 106/PUU-XVII/2020 diajukan oleh Dwi Pertiwi, Santi Warastuti Nafiah Murhayanti, Perkumpulan Rumah Cemara, Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) dan Perkumpulan Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat (LBHM).
Dwi, Santi, dan Nafiah adalah para ibu dengan anak pengidap celebral palsy. Penyakit yang diyakini bisa membaik dengan bantuan ganja medis.
Baca juga: Komisi IX Tunggu Paparan Komprehensif Kemenkes soal Riset Ganja Medis
Para pemohon meminta MK mengubah isi Pasal 6 Ayat (1) UU Narkotika agar memperbolehkan penggunaan narkotika golongan I untuk keperluan medis.
Permintaan kedua, MK menyatakan Pasal 8 Ayat (1) yang berisi larangan penggunaan narkotika golongan I untuk kepentingan kesehatan, inkonstitusional.
Tak sepaham dengan pemohon, MK pun menolak uji materi dengan sejumlah pertimbangan seperti materi yang diuji merupakan kewenangan DPR dan pemerintah sebagai pembuat kebijakan, potensi ketergantungan tinggi pada narkotika golongan I hingga belum adanya riset dalam negeri yang menjadi dasar bahwa ganja dapat dopakai untuk kebutuhan medis.
Namun, perjuangan pemanfaatan ganja medis untuk kesehatan dinilai belum berakhir.
Ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, anggota Komisi III dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) DPR Arsul Sani meminta pihak-pihak yang berkepentingan tidak patah arang.
“Tak usah kecewa, sebab masih ada jalan lain menuju Roma,” kata dia.
Legislatif review
Arsul menyampaikan, MK hanya menolak uji materi UU Narkotika atas UUD 1945, tetapi tidak melarang perubahan aturan pada UU tersebut, khususnya Pasal 8 Ayat (1).
Dengan demikian, usulan untuk memanfaatkan ganja medis bisa dilakukan pada pembahasan revisi UU Narkotika.
“Di situ (revisi UU Narkotika) kita buka ruangnya sedikit, tetapi bukan ruang bebas. Karena itu perlu ada peraturan pelaksanaan,” ucap dia.
Baca juga: Komisi IX Tunggu Paparan Komprehensif Kemenkes soal Riset Ganja Medis
Arsul membayangkan, DPR akan mengusulkan agar penggunaan ganja medis disertai aturan pelaksanaan yang jelas, seperti ketentuan riset yang harus dipenuhi pemerintah.
Dorongan riset
Pemerintah pun didesak segera mengeluarkan izin penelitian ganja medis.
Direktur Eksekutif Yayasan Sativa Nusantara (YSN) Dhira Narayana yakin penelitian itu bakal lebih bermanfaat untuk kemanusiaan, khususnya untuk dunia kesehatan, pengobatan, dan terapi.
Dalam pertimbangannya, MK menyampaikan, UU Narkotika memperbolehkan riset dilakukan oleh pemerintah ataupun pihak swasta.
Dhira menangkap pernyataan MK itu sebagai "lampu hijau" agar proses riset tidak ditunda-tunda.
Hal senada disampaikan anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Nasdem Taufik Basari.
Baca juga: Koalisi Dorong Pemerintah Kaji Ganja Medis Usai Gugatannya Ditolak MK
Taufik menyebut, penelitian ganja medis mesti segera dilangsungkan. Sebab, hasil penelitian itu bisa dipakai sebagai materi pembahasan UU Narkotika.
Ia menyoroti frasa “segera” dalam pertimbangan MK sebagai urgensi agar kajian ganja medis segera dilaksanakan pemerintah.
“Maka saya menyarankan agar pemerintah juga merujuk pada kajian yang telah ada di tingkat internasional,” ujar Taufik.
Ia menyarankan kajian internasional yang dipakai rujukan pemerintah adalah Expert Committee on Drugs Dependence (ECDD) yang pada 2019 merekomendasikan pada The Commission on Narcotics Drugs (CND) tahun 1961.
Semangat bersama
Arsul mengungkapkan, sebagian besar fraksi di Komisi III memiliki semangat yang sama untuk memberikan relaksasi pada UU Narkotika.
Hal itu dilakukan agar narkotika golongan I, termasuk ganja dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan medis.
Namun, Arsul menampik jika langkah itu dianggap sebagai upaya melegalisasi ganja medis.
Baca juga: MK Sebut Langkah Negara Lain Legalkan Ganja Medis Tak Bisa Jadi Landasan Hukum
Sebab, proses relaksasi yang akan diwujudkan dalam revisi UU Narkotika disertai aturan pelaksanaan yang ketat atas pembahasan bersama.
“(Aturan pelaksanaan) silahkan nanti kita sepakati, apakah (menggunakan) peraturan pemerintah, peraturan presiden, atau peraturan menteri kesehatan,” ucap Arsul.
Ia menjanjikan, pembahasan revisi UU Narkotika segera berlangsung setelah masa reses anggota DPR berakhir.
“Masa sidang yang akan datang, setelah 17 Agustus, kita akan memulai pembahasan itu. Sambil tentu dibarengi dengan melakukan RDPU (rapat dengan pendapat umum) dengan para dokter, ahli farmasi,” ujar dia.
Di sisi lain, Dhira mengaku YSN siap menggandeng berbagai pihak untuk melakukan penelitian ganja medis jika diizinkan pemerintah.
Menurut dia, putusan MK juga menandakan perjuangan para pemohon mulai didengar.
“Putusan (MK) hari ini yang memberikan mandat untuk menyegerakan riset merupakan gerak maju dari perjuangan Bu Santi dan anaknya Pika, Bu Dwi dan almahrum anaknya, Musa serta Bu Nofie dan anaknya Keynan,” kata dia.
Baca juga: MK Tolak Uji Materi Ganja Medis sebab Belum Ada Hasil Penelitian Valid
Adapun revisi UU Narkotika menjadi salah satu Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2022. Dengan demikian, pembahasannya mesti dilakukan pada tahun ini.
Kini, sejumlah pihak menunggu langkah pemerintah dan DPR menjadikan ganja sebagai salah satu solusi kebutuhan medis.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.