JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi (MK) menetapkan pencabutan uji materi Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (IKN) yang diajukan oleh enam mahasiswa Universitas Lampung.
Pencabutan itu dilakukan lantaran keenam mahasiswa hukum itu terbukti memalsu tanda tangan di berkas gugatan pada perbaikan permohonan perkara nomor 66/PUU-XX/2022.
“Menetapkan, mengabulkan penarikan kembali permohonan para pemohon. Menyatakan permohonan ditarik kembali,” ujar ketua MK Anwar Usman dalam persidangan, Rabu (20/7/2022).
Adapun pemalsuan tanda tangan itu diketahui saat Mahkamah menggelar sidang perbaikan permohonan perkara nomor 66/PUU-XX/2022 yang digelar pada Rabu (13/7/2022).
Kejanggalan itu ditemukan oleh panel hakim yang dipimpin oleh hakim konstitusi Arief Hidayat didampingi hakim Enny Nurbaningsih dan hakim Daniel Yusmic P Foekh.
Adapun sidang ini terkait uji materiil aturan pengangkatan kepala otorita IKN sebagaimana tercantum dalam UU IKN
“Ada beberapa hal yang perlu saya minta konfirmasi. Ini Saudara tanda tangannya betul atau tanda tangan palsu ini? Kalau kita lihat, tanda tangan ini mencurigakan, bukan tanda tangan asli dari Para Pemohon,” ujar Arief kepada para pemohon yang hadir secara daring. Rabu lalu.
Awalnya, para pemohon menjawab bahwa tanda tangan mereka itu asli. Bahkan mereka menegaskan kalau tanda tangannya berupa tanda tangan digital.
Baca juga: Kasus Tanda Tangan Palsu, Rektor Unila Buka Suara
Akan tetapi, jawaban para pemohon yang terkesan menyembunyikan sesuatu, hakim Arief pun pemperingatkan bahwa akan diproses kepada pihak kepolisian jika ditemukan adanya tanda tangan palsu.
“Coba kita lihat di KTP Dea Karisna, tanda tangannya beda antara di KTP dan di permohonan. Gimana ini Dea Karisna? Mana Dea Karisna? Terus kemudian, tanda tangan Nanda Trisua juga beda. Ini jangan bermain-main, lho," kata Arief.
"Rafi juga beda. Kemudian tanda tanga Ackas ini beda sekali, juga Hurriyah. Ini bisa dilaporkan ke polisi, kena pidana, bermain-main di instansi yang resmi. Beda semua antara KTP dengan permohonan,” tegasnya.
Setelah diperingatkan hakim, salah seorang pemohon bernama Hurriyah Ainaa Mardiyah akhirnya menjelaskan perihal tanda tangan rekan-rekannya.
Ia mengatakan, dari enam pemohon, sebanyak dua pemohon tidak menandatangani perbaikan permohonan tersebut. Dengan pengakuan itu, pemohon meminta maaf kepada Panel Hakim.
“Baik Yang Mulia, izin menjawab. Sebelumnya mohon maaf, karena tidak semuanya tanda tangan sama dengan yang ada di KTP. Tanda tangan Dea Karisna dan Nanda Trisua itu memang sebenarnya sudah dengan atas kesepakatan dari yang bersangkutan," jelas Hurriyah.
"Karena yang bersangkutan tidak sedang berada bersama kami saat perbaikan permohonan tersebut. Begitu, Yang Mulia,” ucapnya.