JAKARTA, KOMPAS.com - Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan bakal menggelar sidang lanjutan atas gugatan praperadilan mantan bupati Tanah Bumbu, Mardani H Maming, terhadap penetapan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Praperadilan diajukan Maming setelah ditetapkan KPK sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi izin usaha pertambangan (IUP) di Kabupaten Tanah Bumbu tahun 2011.
Berdasarkan jadwal sidang yang dimuat oleh Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Jakarta Selatan, KPK diagendakan memberikan jawaban atas dalil praperadilan Maming.
"Iya nanti jam 10 pagi, tim KPK akan bacakan jawaban atas dalil pemohon," ujar Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri kepada Kompas.com, Rabu (20/7/2022).
Baca juga: KPK Periksa Paman Maming Terkait Penunjukan Direktur Perusahaan Tambang
Ali menyatakan, tim Biro Hukum KPK telah mempersiapkan argumentasi guna menjelaskan rangkaian proses hukum untuk membantah seluruh dalil pemohon.
Juru Bicara KPK Bidang Penindakan itu memastikan, proses penyidikan dan penetapan Maming sebagai tersangka telah dilakukan sesuai aturan hukum yang berlaku.
"KPK sudah siapkan semua jawabannya. Kami akan jelaskan secara utuh di depan hakim," ujar Ali.
"Bahwa apa yang dilakukan KPK dalam proses penyidikan perkara ini sudah sesuai hukum. Sehingga alasan dan dalil pemohon sama sekali tidak berdasar," ucap dia.
Berdasarkan penelusuran Kompas.com pada situs SIPP PN Jakarta Selatan, gugatan praperadilan Maming tercatat dengan nomor perkara 55/Pid.Prap/2022/PN JKT.SEL.
Baca juga: KPK Telusuri Dugaan Afiliasi Sejumlah Perusahaan Tambang dalam Kasus Mardani Maming
Dalam petitumnya, Bendahara Umum (Bendum) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) ini meminta hakim tunggal praperadilan mengabulkan gugatan praperadilannya.
Maming meminta agar status tersangkanya dinyatakan tidak sah.
"Menyatakan penetapan pemohon sebagai tersangka yang dilakukan oleh termohon sebagaimana tertuang dalam Surat Perintah Penyidikan Nomor Sprin.Dik 61/DIK.00/01/06/2022 tertanggal 16 Juni 2022 adalah tidak sah dan tidak berdasar atas hukum dan oleh karenanya penetapan a quo tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," demikian bunyi petitum tersebut.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.