JAKARTA, KOMPAS.com - Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) menilai bahwa Kementerian Agama lamban mengatur pencegahan dan penanggulangan kekerasan seksual di satuan pendidikan berbasis agama, termasuk di antaranya madrasah dan pesantren.
Hingga sekarang, aturan itu sama sekali belum terbit. Koordinator Nasional P2G Satriwan Salim menganggap Kemenag tertinggal dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Ristek, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi dalam hal ini.
"Sangat disayangkan, padahal tiap hari potensi kekerasan terus terjadi tapi Kemenag lambat dalam meresponnya secara regulasi," sebut Satriwan dalam keterangan tertulis, Jumat (15/7/2022).
Baca juga: Kementerian PPPA Harap Para Korban Kekerasan Seksual Sekolah SPI Mendapat Keadilan
P2G mendesak agar Kemenag segera membuat Peraturan Menteri Agama mengenai pencegahan dan penanggulangan kekerasan, termasuk kekerasan seksual di madrasah atau satuan pendidikan berbasis agama di bawah Kemenag.
"Kemenag mestinya menyadari bahwa kita tengah menghadapi darurat kekerasan seksual di satuan pendidikan," ujar dia.
"Jika selesai diundangkan, mendesak kemudian sosialisasi dan pelatihan bagaimana strategi satuan pendidikan berbasis agama mencegah dan menanggulangi kekerasan tersebut, bagaimana peran guru, majelis masyaikh (kyai), pastor, pendeta, pengawas, siswa, orangtua, dan lainnya," kata Satriwan.
Sementara itu, Kemendikbudristek telah memiliki regulasi pencegahan dan penanggulangan kekerasan, termasuk perlindungan bagi siswa dan guru lewat Permendikbud Nomor 82 Tahun 2015.
Aturan mendetail ini sebenarnya menjelaskan langkah dan strategi yang wajib dilakukan sebagai upaya preventif sekaligus kuratif terhadap kekerasan di sekolah.
Baca juga: Jokowi Minta Kekerasan Seksual di Lembaga Pendidikan Tak Terjadi Lagi
Sudah ada regulasi pun, menurut P2G, penerapan di lapangan masih jauh dari harapan.
"Sayangnya para guru, orangtua, siswa, bahkan pengawas sekolah termasuk dinas pendidikan tidak banyak mengetahui dan memahami aturan ini," ujar Satriwan.
Ia memberi contoh, sangat jarang sekolah punya Gugus Tugas Pencegahan Kekerasan. Padahal, lembaga tersebut merupakan perintah Pasal 8 (huruf h) beleid tadi.
"Mana ada sekolah di Indonesia memasang papan layanan pengaduan kekerasan di sekolahnya? Yang ada sebaliknya, jika terjadi kasus kekerasan, manajemen sekolah berupaya sekuat tenaga merahasiakan agar tak tercium sampai ke luar, demi nama baik institusi," kata Satriwan.
Sebelumnya, kasus kekerasan seksual di sekolah agama kembali menyeruak dalam kasus yang melibatkan putra kiai sekaligus petinggi Pondok Pesantren (ponpes) Shiddiqiyyah, Ploso, Jombang, Jawa Timur.
Bechi masuk daftar pencarian orang (DPO) karena diduga melakukan pemerkosaan dan pencabulan sebelum akhirnya dijemput paksa pihak kepolisian di Ponpes Shiddiqiyyah.
Penjemputan berjalan alot, sempat diadang massa yang terdiri dari santri dan simpatisan Mas Bechi. Ia baru menyerahkan diri setelah 15 jam proses negosiasi.
Mas Bechi kini ditahan di rutan kelas 1 Surabaya di Medaeng, Sidoarjo, Jawa Timur, sejak Jumat (8/7/2022) dini hari.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.