JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Dewan Pers Azyumardi Azra mengatakan, terdapat pasal dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang mengancam pers saat menyiarkan kritik terhadap pemerintahan.
Ancaman tersebut tertuang dalam Pasal 218 tentang Tindak Pidana Penyerangan Kehormatan atau Harkat dan Martabat Presiden dan Wakil Presiden.
"Misalnya juga tidak boleh lagi mengkritik atau memuat kritik kecuali kritik itu disertai dengan solusi," kata Azyumardi saat konferensi pers di Gedung Dewan Pers, Gambir, Jakarta Pusat, Jumat (15/7/2022).
Namun, menurut Azyumardi, pasal tersebut juga bisa berlaku untuk kekuasaan secara umum di bawah pemerintahan.
Baca juga: Dewan Pers Minta 19 Pasal dalam RKUHP yang Mengancam Kebebasan Pers Dihapus
"Jadi kalau pers memuat itu kepada kekuasaan bersifat umum bukan hanya Presiden dan Wapres, tapi juga pemerintah yang ada di bawah itu bahkan sampai ke tingkat paling bawah," ucap dia.
"Jadi oleh karena itu media yang memuat kritik tanpa ada solusi bisa kena delik," tutur Azyumardi.
Ia mengaku sempat mempertanyakan pasal itu kepada pemerintah. Namun, saat itu pemerintah menyatakan bahwa kritik yang disampaikan tidak harus disertai solusi.
Azyumardi khawatir, pasal tersebut seperti pasal karet yang bisa dikenakan kepada siapa pun dengan maksud untuk melakukan kriminalisasi seperti Undang-Undang Informasi Transaksi Elektronik (ITE).
Baca juga: Dewan Pers: RKUHP Banyak Mengandung Ancaman Kebebasan Pers
"Pemerintah ketika saya tanya soal ini dia bilang, 'Ya, enggak harus begitu,' tapi pengalaman kita pasal seperti itu pasal karet yang ada di UU ITE," ujar Azumardi.
Dalam draf RKUHP Pasal 218 disebutkan:
Ayat (1):
Setiap orang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden atau Wakil Presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV.
Ayat (2):
Tidak merupakan penyerangan kehormatan atua harkat dan martabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jika perbuatan dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri.
Baca juga: RKUHP, Alat Jerat Rakyat?
Dalam penjelasan Pasal 218 ayat 2 disebutkan definisi kritik adalah penyampaian pendapat terhadap kebijakan Presiden dan Wakil Presiden yang disertai uraian dan pertimbangan baik buruk kebijakan.