JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) menyayangkan keputusan Presiden Joko Widodo menandatangani surat pengunduran Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Lili Pintauli Siregar.
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana menyebutkan, Presiden Jokowi semestinya mengetahui Lili bakal disidang Dewan Pengawas (Dewas) KPK karena kasus dugaan gratifikasi.
“Kami juga kecewa dengan sikap Presiden Jokowi, yang langsung begitu saja menerbitkan begitu saja Keppres pemberhentian pimpinan KPK,” kata Kurnia saat ditemui awak media di Gedung KPK C1, Jakarta Selatan, Jumat (15/7/2022).
Baca juga: Mereka yang Pantang Mundur Minta Usut Dugaan Gratifikasi Lili Pintauli...
Menurut Kurnia, Jokowi seharusnya menunggu proses sidang etik itu digelar. Sebab, berdasarkan Undang-Undang (UU) KPK pemberhentian pimpinan tidak hanya terkait pengajuan pengunduran diri.
Di dalam UU tersebut, kata dia, terdapat klausul perbuatan tercela yang berujung pada penjatuhan sanksi berat
“Presiden bisa memberhentikan bukan dengan alasan mengundurkan diri melainkan karena terbukti melakukan perbuatan tercela,” ujar Kurnia.
Sebagaimana diketahui, Dewas KPK menyatakan sidang etik terhadap Lili gugur dan diberhentikan. Sebab, surat pengunduran diri Lili sudah lebih dulu ditandatangani Jokowi.
Akibatnya, dugaan gratifikasi yang lili terima hingga saat ini belum terbukti kebenarannya.
“Itu yang menjadi sangat janggal sehingga dugaan tindak pidana suap atau gratifikasinya berapa masyarakat tidak bisa lebih lanjut mengetahui soal hal itu,” tutur Kurnia.
Baca juga: Kerja KPK Tetap Normal Ditinggal Lili Pintauli, Jubir: KPK Tak Bergantung pada Satu Pimpinan
Sebelumnya, Lili Pintauli Siregar dilaporkan ke Dewas KPK atas dugaan gratifikasi mendapat fasilitas menonton MotoGP dan fasilitas mewah penginapan.
Lili kemudian mengundurkan diri dari Wakil Ketua KPK sesaat sebelum sidang etik digelar. Dewas KPK kemudian menyatakan sidang etik itu gugur.
Merespons hal ini, ICW kemudian menggelar aksi teatrikal dengan membawa koin dan balsem antimasuk angin untuk "kerokan" Dewas KPK.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.