JAKARTA, KOMPAS.com – Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana mengatakan bahwa pemecatan AKBP Raden Brotoseno mengingatkan Polri agar lebih responsif terhadap kritik, masukan, dan pertanyaan dari masyarakat.
Adapun Brotoseneo dipecat melalui putusan hasil sidang Komisi Kode Etik Polri Peninjauan Kembali (KKEP PK) AKBP Brotoseno.
“Jadi dapat kami simpulkan bahwa Polri lambat dan baru bergerak jika suatu permasalahan viral terlebih dahulu di tengah masyarakat,” kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana saat dikonfirmasi, Kamis (14/7/2022).
Baca juga: Jalan Panjang Kasus AKBP Brotoseno, Eks Napi Korupsi yang Akhirnya Dipecat dari Polri
Kurnia menyampaikan, terkait isu Brotoseno ini, pihaknya sudah menanyakannya melalui surat resmi ke Kepolisian sejak bulan Januari, tetapi hingga akhir Mei tidak kunjung dibalas.
Ia mengatakan, pemecatan Brotoseno bukan babak akhir dari pemberatasan korupsi di lembaga Polri.
Menurut Kurnia, kejadian Brotoseno harus dijadikan pelajaran penting bagi seluruh jajaran anggota kepolisian, terutama Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
Ia berharap, tidak ada anggota Korps Bhayangkara yang menoleransi praktik korupsi di tubuh Polri.
“Mestinya Kapolri dapat menjadikan peristiwa itu sebagai momentum untuk lebih giat dan serius memberantas korupsi di internal Polri,” ujar dia.
ICW pun merekomendasikan Kapolri segera berkoordinasi dan mendorong pemerintah supaya merevisi ketentuan Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) anggota Polri.
Adapun aturan itu diatur dalam Pasal 12 Ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2003 (PP 1/2003) tentang Pemberhentian Anggota Polri.
Baca juga: Anggota Komisi III Nilai Pemecatan AKBP Brotoseno Jadi Pelajaran bagi Anggota Polri
Sebab, kata Kurnia, regulasi itu seolah menyamaratakan korupsi dengan pidana umum lain dan juga menafikannya sebagai suatu kejahatan luar biasa.
Ia berpandangan, ketentuan tersebut masih membuka celah bagi anggota Polri yang terlibat praktik korupsi, seperti Brotoseno, untuk dapat pengampunan melalui sidang KKEP Kepolisian.
“Ke depan, poin revisi PP 1/2003 harus menghapus syarat persidangan KKEP dalam klausula khusus yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi, yakni anggota Polri diberhentikan tidak dengan hormat dari dinas kepolisian apabila dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena terbukti melakukan tindak pidana korupsi,” kata dia.
Selain itu, ICW mendorong agar Kapolri membentuk tim khusus antikorupsi Polri dengan fungsi penegakan hukum.
Menurut dia, tim tersebut bisa ditugaskan untuk menyelidiki dan menyidik anggota kepolisian yang diduga melakukan praktik korupsi.