JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) buka suara terkait keputusan Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang memfatwakan vaksin Cansino haram.
Fatwa haram ini terbit usai BPOM memberikan izin edar atau persetujuan penggunaan darurat (Emergency Use Authorization/EUA) pada September 2021, berbarengan dengan penerbitan EUA untuk vaksin Janssen besutan Johnson & Johnson.
Menanggapi hal itu, Kepala BPOM Penny Lukito mengatakan, izin edar obat termasuk vaksin diberikan berdasarkan proses evaluasi pemenuhan standard dan persyaratan dari aspek keamanan, khasiat, dan mutu.
Badan POM tidak memiliki kewenangan untuk menetapkan halal dan haram suatu produk. Berdasarkan UU yang berlaku, halal dan haram suatu produk ditetapkan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH).
Baca juga: Fakta Vaksin Cansino, dari Soal Sel Ginjal Embrio Manusia hingga KIPI
"Untuk penetapan halal dan haram suatu obat atau vaksin, berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, kewenangan untuk penetapan kehalalan suatu produk merupakan kewenangan BPJPH berdasarkan fatwa dari MUI," ucap Penny kepada Kompas.com, Rabu (13/7/2022).
Penny menuturkan, proses evaluasi pemenuhan standar obat dilakukan terhadap data-data ilmiah yang disampaikan oleh industri farmasi pendaftar.
Data ini diperoleh dari serangkaian proses tahapan pengembangan, uji pre klinik, dan uji klinik, sebagai bukti data dukung yang menunjukkan bahwa obat atau vaksin memenuhi standard dan persyaratan keamanan, khasiat, dan mutu.
Proses itu kata Penny, juga berlaku untuk Vaksin Cansino.
"Vaksin produksi Cansino atau Vaksin Convidecia ini telah melalui serangkaian proses evaluasi terhadap aspek-aspek yang menjadi standar dan persyaratan," tutur Penny.
Baca juga: Benarkah Vaksin Cansino Mengandung Ginjal Embrio Bayi?
Proses evaluasi dan pemenuhan standar vaksin itu juga telah dibahas bersama Tim Ahli terkait dalam forum Komite Nasional Penilaian Vaksin Covid-19.
Tim ini terdiri dari berbagai bidang keahlian, antara lain bidang kedokteran, farmakologi, imunologi, vaksinologi, dan epidemiologi, serta Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI) dan asosiasi klinis terkait.
"Hasil evaluasi menghasilkan kesimpulan bahwa vaksin telah memenuhi keamanan, khasiat, dan mutu, sehingga diterbitkan izin penggunaan darurat atau emergency use authorization/EUA untuk Vaksin produksi Cansino atau Vaksin Convidecia," jelas Penny.
Sebelumnya diberitakan, fatwa yang menyatakan vaksin Cansino Biologics INC haram dipublikasikan pada 30 Juni di website resmi MUI. Fatwa menyebut, hukum penggunaan vaksin Covid-19 produk Cansino haram untuk umat muslim di Indonesia karena memiliki unsur dari ginjal embrio bayi manusia.
Dalam keputusan fatwa tersebut dijelaskan, sel ginjal embrio bayi manusia tersebut ditemukan saat langkah keenam pembuatan vaksin.
Baca juga: Bio Farma Tegaskan Belum Ada Kontrak dan Pemesanan Vaksin Cansino
Sel inang yang digunakan untuk proses pembuatan vaksin adalah HEK 293 yang berasal dari embrio bayi manusia yang diperoleh dari National Research Council Canada yang diperbanyak dalam media bahan nabati.
"Ketentuan hukum vaksin Covid-19 produk Cansino hukumnya haram karena dalam tahap proses produksinya memanfaatkan bagian anggota tubuh manusia (juz'minal insan) yaitu sel yang berasal dari ginjal embrio bayi manusia," tulis Fatwa yang ditandatangani ketua Komisi Fatwa MUI Hasanuddin.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.