JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Fahri Hamzah menyayangkan sikap Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak gugatan Partai Gelora terkait aturan keserentakan pemilihan umum dalam Undang-Undang Pemilu.
"Itulah yang kami sayangkan setelah dua aspek ini dipertimbangkan oleh Majelis Hakim MK, yaitu aspek legal standing dan dasar pengajuan diterima justru majelis hakim menolak untuk meneruskan sidang dan hanya berhenti pada pemeriksaan dokumen permohonan," kata Fahri melalui akun Twitter-nya, @Fahrihamzah.
Fahri telah memberikan izin kepada Kompas.com untuk mengutip cuitannya tersebut.
Menurut Fahri, jika MK membiarkan pemeriksaan lebih lanjut terhadap materi persidangan, maka Partai Gelora selaku pemohon dapat memberi penjelasan mengenai permohonan yang diajukan.
Baca juga: Gugatan PBB soal Presidential Treshold Ditolak, Yusril: MK Kini Guardian of The Oligarchy
Ia pun berharap, jika suatu saat nanti Gelora kembali mengajukan permohonan serupa, majelis hakim dapat membuka ruang debat di persidangan untuk mengetahui lebih dalam duduk perkara permohonan gugatan.
"Karena sekali lagi, legal standing @partaigeloraid diterima, alasan permohonan dianggap baru dan belum pernah dipakai, artinya diterima, tapi sidang tidak diteruskan karena para hakim MK anggap belum perlu berubah sikap. Maka Bagaimana membuktikan kalau saksi belum diperiksa?" tulis Fahri.
Diberitakan sebelumnya, MK menolak permohonan judicial review nomor perkara: 35/PUU-XX/2022 yang diajukan Partai Gelombang Rakyat Indonesia (Gelora) yang diwakili oleh Muhammad Anis Matta, Mahfuz Sidik.
Baca juga: Gugatannya soal UU Pemilu Ditolak MK, Prima: Putusan Tidak Adil!
"Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," bunyi amar putusan yang dikutip Kompas.com dari situs resmi MK, Jumat (8/7/2022).
Dalam putusannya, MK menolak gugatan Partai Gelora yang menguji Pasal 167 Ayat (3) dan Pasal 347 Ayat (1) UU Pemilu. MK menilai permohonan tersebut tidak beralasan menurut hukum.
Adapun Pasal 167 Ayat (3) UU Pemilu berbunyi, "pemungutan suara dilaksanakan secara serentak pada hari libur atau hari yang diliburkan secara nasional".
Sedangkan Pasal 347 Ayat 1 UU Pemilu menyatakan, "pemungutan suara Pemilu diselenggarakan secara serentak".
Menurut MK, Partai Gelora mempersoalkan frasa "serentak" dan memohon waktu penyelenggaraan Pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD dengan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden tidak dilaksanakan pada hari yang sama tetapi pada tahun yang sama.
Namun, MK berpandangan, permohonan itu sama saja mengembalikan model penyelenggaraan Pemilu 2004, 2009, dan 2014 yang telah tegas dinilai dan dinyatakan inkonstitusional oleh Mahkamah.
Baca juga: Uji Materi Presidential Threshold Yusril dan La Nyalla Kandas di MK
"Oleh karena itu, belum terdapat alasan hukum dan kondisi yang secara fundamental berbeda bagi Mahkamah untuk menggeser pendiriannya terhadap isu pokok yang berkaitan dengan frasa 'serentak' sehingga norma Pasal 167 Ayat (3) dan Pasal 347 Ayat (1) UU 7/2017 haruslah tetap dinyatakan konstitusional," tulis putusan tersebut.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.