JAKARTA, KOMPAS.com - Kisruh haji furoda yang gagal berangkat terjadi lagi. Kini, kisruh mencuat ketika 46 jemaah haji asal Indonesia telantar di Jeddah, Arab Saudi, karena ditolak pihak imigrasi Arab Saudi.
Sebanyak 46 jemaah haji itu merupakan jemaah haji furoda dengan visa tidak resmi yang diberangkatkan oleh PT Al Fatih Indonesia Travel.
Belakangan diketahui, PT Al Fatih belum terdaftar sebagai Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) dan Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) di Kementerian Agama. Biro perjalanan haji ini tidak melaporkan jemaah yang dibawanya.
Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengatakan, pemerintah akan melakukan diplomasi kepada pemerintah Arab Saudi terkait pelaksanaan haji furoda atau ibadah haji menggunakan jalur undangan kerajaan Arab Saudi.
Diplomasi yang akan dilakukan berupa pengawasan penyelenggaraan haji furoda di Indonesia. Sebab visa furoda sepenuhnya kewenangan pemerintah Arab Saudi.
"Itu sepenuhnya kewenangan pemerintah Saudi. Ya itu tadi tugas kita hanya melakukan diplomasi agar praktiknya bisa tertata lebih baik, nggak acak adul lah," kata Yaqut seperti dilaporkan jurnalis Kompas TV Nitia Anisa dari Mekkah, Kamis (7/7/2022).
Yaqut lalu meminta para penerima undangan berhaji dari pemerintah Arab Saudi melaporkan ke Kementerian Agama.
Nantinya, Kemenag akan mendata jumlah jamaah haji yang menggunakan visa haji, visa furoda, dan visa lainnya seperti untuk tenaga kerja dan visa wisata.
"Berapa banyak yang keluar tapi jenis visanya kita belum tahu apakah itu mujamalah, apakah itu visa ziarah. Kita cek nanti setelah selesai semua nih, setelah selesai kita akan tahu mana yang berangkat pakai visa mujamalah, furoda berapa yang pakai visa tenaga kerja, berapa yang pakai visa wisata, kita akan tahu semua setelah ini (ibadah haji selesai)," ucap Yaqut.
Selaras dengan Yaqut, Konsul Jenderal RI untuk Jeddah, Eko Hartono menegaskan, visa mujamalah atau yang dikenal dengan istilah furoda merupakan diskresi dari Kerajaan Arab Saudi.
Visa tersebut langsung diberikan kepada para pihak secara mandiri. Tujuannya untuk meningkatkan hubungan bilateral antara pemerintah Arab Saudi dengan negara yang warganya mendapat undangan untuk berhaji.
Dengan kata lain, penerima visa mujamalah adalah warga negara asli maupun warga negara yang sudah memiliki izin tinggal di negara undangan. Artinya, Kedubes Arab Saudi di Indonesia tidak bisa merekomendasikan warga asing yang tidak memiliki izin tinggal di Indonesia.
"Enggak bisa, dong, orang AS dapat visa mujamalah dari kedutaan Saudi di Inggris. Maksud pemerintah Saudi meningkatkan hubungan bilateral jadi enggak dapat, dong (karena) dikasih ke warga negara lain. Jadi miss match-nya di situ," jelas Eko di kesempatan yang sama.
Eko menjelaskan, pemberian visa mujamalah tidak bisa sembarangan. Calon jemaah haji itu dipilih berdasarkan rekomendasi dari kedutaan-kedutaan besar Arab Saudi yang tersebar di negara-negara sahabat.
Baca juga: Konjen RI Tegaskan Visa Haji Furoda Kewenangan Kerajaan Saudi, Kemenag Tak Ikut Campur
Pemerintah Indonesia, baik Kementerian Agama (Kemenag) dan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) sama sekali tidak memiliki akses untuk mengetahui siapa masyarakat yang diberikan visa undangan raja ini.