INDONESIA ternyata negara yang “kurang baik”. Good Country Index 2022 menempatkan Indonesia pada urutan ke-83 dari 169 negara yang disurvei.
Good Country Index/GCI (https://www.goodcountry.org/) atau Indeks Kebaikan Negara mengukur seberapa besar kontribusi suatu negara terhadap hal-hal pokok yang memengaruhi kemanusiaan dan lingkungannya.
Semakin besar kontribusi suatu negara terhadap dunia, semakin “baik” negara itu.
“Baik” di sini bukan lawan dari “buruk”, melainkan lawan dari “selfish” atau egois. Dengan kata lain, semakin “baik” peringkat GCI suatu negara, semakin “berjiwa sosial” negara itu terhadap kemanusiaan dan terhadap lingkungan (alam).
Menurut penggagas GCI Simon Anholt (diplomaticourier.com, 29/03/2022), penyusunan indeks ini tidak untuk mempermalukan suatu negara, melainkan untuk menunjukkan seberapa besar peran negara itu terhadap kemanusiaan dan lingkungan dibandingkan dengan negara-negara lain.
Ada 35 indikator yang digunakan untuk menyusun GCI, yang dikelompokkan dalam tujuh kategori kontribusi global, yaitu:
Untuk setiap kategori ditentukan lima indikator untuk mengukur nilai kategori. Setiap indikator memiliki bobot yang sama dalam menentukan skor kategori, dan bobot setiap kategori dalam skor akhir (GCI) juga sama.
Kategori iptek diukur dari jumlah mahasiswa asing yang ada di negara itu, ekspor majalah, jurnal ilmiah dan surat kabar; jumlah artikel ilmiah yang diterbitkan dalam jurnal internasional, jumlah penerima hadiah Nobel, dan jumlah paten internasional.
Kategori kebudayaan diukur dari jumlah acara internasional yang diselenggarakan, ekspor barang dan jasa budaya, tunggakan iuran untuk UNESCO, jumlah negara yang dapat dimasuki warga negara tanpa visa, dan tingkat kebebasan pers.
Kategori perdamaian dunia diukur dari jumlah pasukan penjaga perdamaian PBB, tunggakan iuran untuk misi penjaga perdamaian PBB, jumlah korban akibat kekerasan terorganisir internasional, ekspor senjata dan amunisi, dan skor indeks keamanan siber.
Kategori ketertiban dunia diukur dari persentase penduduk yang memberikan amal menurut Charities Aid Foundation, jumlah pengungsi asing, jumlah pengungsi di negara lain, angka kelahiran penduduk, jumlah perjanjian PBB yang ditandatangani.
Kategori lingkungan diukur dari banyaknya jejak ekologis (emisi CO2), persentase kepatuhan terhadap perjanjian lingkungan, ekspor pestisida berbahaya, porsi energi terbarukan dalam bauran energi, dan konsumsi bahan perusak ozon.
Kategori kekayaan dan kemerataan diukur dari nilai perdagangan luar negeri, jumlah relawan PBB ke luar negeri, nilai pencucian uang dan pendanaan teroris, aliran keluar penanaman modal asing (PMA), kontribusi kerjasama pembangunan.
Kategori kesehatan dan kesejahteraan diukur dari dana bantuan pangan PBB,
ekspor obat-obatan, sumbangan untuk organisasi kesehatan dunia (WHO), bantuan untuk pengungsi, kepatuhan terhadap peraturan kesehatan internasional.
Data dihimpun dari lembaga-lembaga di bawah PBB, Bank Dunia dan organisasi non-pemerintah.
Karena suatu negara berbeda dengan negara lain dalam hal kemajuan ekonominya, sedangkan kemajuan ekonomi memungkinkan suatu negara berbuat “lebih baik” daripada negara lain yang ekonominya kurang maju, maka besar ekonomi suatu negara (diukur dengan produk domestik bruto/PDB) ikut diperhitungkan.
Nilai dari beberapa indikator dibagi dengan PDB terlebih dahulu untuk menghilangkan faktor kemajuan negara.
GCI 2022 adalah publikasi kelima (versi 1.5), sejak edisi 2014 (versi 1.1).
Indonesia ternyata bukan negara yang “cukup baik” dalam penilaian GCI. Peringkat Indonesia dalam GCI 2022 adalah ke-83 dari 169 negara, atau berada di urutan tengah.
Peringkat Indonesia ini mengalami penurunan dari posisi tahun 2014 saat GCI pertama kali dipublikasikan, yaitu ke-82 dari 163 negara.
Indonesia menempati peringkat sangat rendah dalam kategori iptek (ke-161) dan kategori lingkungan (ke-112). Sedangkan peringkat tertinggi Indonesia adalah dalam kategori perdamaian dunia (ke-45).
Di antara negara-negara ASEAN, Singapura adalah negara “paling baik” (ke-25), disusul Malaysia (ke-48) dan Thailand (ke-56).
Sedangkan Filipina (ke-87) dan Vietnam (ke-120) “kurang baik” dibandingkan Indonesia.
Dengan negara-negara berpenduduk banyak, tingkat “kebaikan” Indonesia juga lebih rendah: India (ke-52), China (ke-69) dan Brasil (ke-62).
Dapat diduga bahwa negara-negara “paling baik” di dunia adalah negara-negara Eropa/Barat, dengan tiga negara “terbaik” adalah Swedia, Denmark, dan Jerman.
Negara super power Amerika Serikat berada di posisi ke-46, jauh dari kelompok negara “terbaik” karena kategori perdamaian dunia mendapat nilai yang rendah (ke-127).
Adapun Rusia, yang sedang gencar memerangi negara tetangganya, berada pada urutan ke-54, masih lebih “baik” dari 100-an negara lain.
Sedangkan Ukraina berada pada urutan ke-57. Ukraina adalah negara “terbaik” dunia dalam hal kontribusi untuk iptek pada FCI 2022.
Kita tentu ingin Indonesia menjadi negara “yang baik”, yang peduli dan terlibat aktif dalam meringankan masalah global yang dihadapi umat manusia dan lingkungan hidupnya.
Peringkat Indonesia dalam GCI 2022 yang sedang-sedang saja itu tentu bukan keinginan kita.
Kita tidak perlu mempertanyakan ketepatan indikator dan metoda perhitungan GCI. Kita tidak perlu gusar mengapa Indonesia dengan jumlah penduduk 275 juta orang dibandingkan dengan Singapura yang berpenduduk 6 juta orang.
Kita juga tidak perlu risau, mengapa Indonesia yang anggota G-20 “kalah baik” dari Siprus (ke-16), padahal kita sudah cukup berbuat banyak dalam hampir semua kategori, termasuk kebudayaan kita yang diterima baik dunia, atau kemampuan kita sejauh ini dalam mengendalikan pandemi Covid-19.
Kita juga perlu memaklumi bahwa beberapa dari ke-35 indikator pembentuk GCI, Indonesia mendapat angka rendah, bukan karena secara absolut nilainya kecil, namun karena harus dibagi dengan angka PDB Indonesia yang besar, sehingga skornya menjadi kecil.
Bagaimanapun, GCI dapat bermanfaat bagi kita untuk mendorong kita bekerja lebih keras lagi untuk mencapai hasil yang lebih baik dari apa yang sudah kita capai saat ini.
Jangan sampai kita bekerja keras dan mengeluarkan dana banyak, namun hasilnya tidak signifikan.
Jangan sampai kita mengutamakan suatu hal yang penting bagi kita, tetapi mengabaikan hal lain yang penting bagi dunia.
Kita perlu bekerja lebih keras, lebih cerdas dan lebih terukur.
Dunia mengamati hasil karya kita. Bukan hanya wacana dan rencana, namun juga bukti yang konkret bahwa kita ikut membuat dunia menjadi lebih baik.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.