Pada kasus kedua yang dipersoalkan apakah individu berhak menghimpun uang dan barang dalam sebuah aktivitas fundraising?
Jawaban dari Kemensos pada berbagai situs berita dalam kasus kedua bisa dikatakan cukup mengambang.
Maka momentum ini harus dijadikan sebagai ajang untuk semua pihak berbenah. Lembaga harus melakukan proses audit internal secara berkala, menerapkan sistem manajemen yang transparan dan profesional, serta taat aturan.
Sementara Negara, selain menegakkan peraturan, juga melakukan sosialisasi dan edukasi dalam pelaksanaan peraturan.
Menjadikan peraturan sebagai pegangan yang adil diterapkan kepada semua kasus dan lembaga.
Alangkah baiknya sebagai langkah perbaikan Kemensos dan pihak lembaga filantropi yang sudah berizin, termasuk ACT, duduk bersama untuk membuka diri.
Melakukan audit forensik, benarkah ada pelanggaran yang dilakukan sebelum terburu-buru menjatuhkan sanksi berbasis konfirmasi dari pimpinan ACT.
Audit forensik ini penting agar menjadi yurisprudensi dan pada akhirnya menjadi panduan tentang apa saja unsur dari pembiayaan usaha pengumpulan yang maksimal 10 persen itu.
Dalam laporan Unicef Indonesia, misalnya, disebutkan dalam situs resminya bahwa dari 100 persen dana, yang disalurkan ke penerima manfaat sebesar 72 persen, 5 persen untuk operasional internal dan 23 persen untuk proses fundraising pengumpulan dana.
Maka perlu penjelasan dari Kemensos, definisi 10 persen pembiayaan usaha itu terdiri dari unsur biaya apa saja dan bagaimana aturan penggunaannya.
Hal yang sama perlu dipertanyakan lewat mekanisme audit forensik yang terbuka apakah 13,7 persen klaim pimpinan ACT hanya untuk operasional internal atau termasuk proses fundraising dan biaya lainnya.
Hadirnya perhatian publik yang besar dalam pengelolaan salah satu lembaga filantropi di Indonesia setidaknya menghadirkan beberapa catatan yang bisa menjadi bahan perenungan.
Publik akan memiliki keingintahuan yang sangat besar tentang bagaimana para praktisi mengelola dana operasionalnya.
Termasuk di dalamnya bagaimana lembaga filantropi seharusnya melakukan efisiensi dan efektivitas pengelolaan lembaga.
Trust bagi lembaga filantropi adalah yang paling utama. Kepercayaan adalah modal dasar untuk pengelolaan dana publik.