JAKARTA, KOMPAS.com - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mendapati berbagai temuan dalam pengelolaan dana donasi masyarakat oleh Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT).
Salah satu temuannya yakni pengelolaan dana donasi yang diduga sengaja dihimpun terlebih dahulu sebelum akhirnya disalurkan ke masyarakat yang membutuhkan.
Cara ini dilakukan supaya ACT dapat meraup keuntungan melalui pengelolaan dana donasi dari bisnis ke bisnis.
Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menduga donasi tersebut sengaja dihimpun agar bisa menghasilkan keuntungan. Dana yang digalang, disimpan untuk disalurkan ke sejumlah bisnis.
“Sehingga tidak murni menghimpun dana kemudian disalurkan kepada tujuan. Tetapi sebenarnya dikelola dahulu sehingga terdapat keuntungan di dalamnya,” kata Ivan dalam jumpa pers di Kantor PPATK, Jakarta, Rabu (6/7/2022).
Baca juga: Temuan PPATK, ACT Sengaja Himpun Dana Donasi Demi Raup Keuntungan
Selain itu, PPATK juga menemukan adanya transaksi keuangan mencurigakan yang melibatkan entitas perusahaan dengan Yayasan ACT senilai Rp 30 miliar.
Saat ditelusuri, pemilik entitas perusahaan tersebut ternyata masih salah satu pendiri Yayasan ACT itu sendiri.
“Ternyata transaksi itu berputar antara pemilik perusahaan yang notabene juga salah satu pendiri Yayasan ACT,” ungkap Ivan.
Diketahui, Yayasan ACT belakangan tengah menjadi sorotan publik. Hal ini tak lepas karena munculnya dugaan penilapan uang donasi oleh petinggi ACT sebagaimana laporan Majalah Tempo berjudul "Kantong Bocor Dana Umat".
Baca juga: ACT yang Tak Lagi Punya Izin Galang Dana...
Selain itu, dalam laporan tersebut diketahui bahwa petinggi ACT disebut menerima sejumlah fasilitas mewah berupa mobil operasional jenis Alphard dan penggunaan dana donasi untuk operasional yang berlebihan.
Atas temuan tersebut, PPATK kini memblokir 60 rekening atas nama Yayasan ACT mulai Rabu kemarin.
Puluhan rekening yang diblokir tersebut tersebar di 33 penyedia jasa keuangan.
Baca juga: PPATK: Putaran Dana Donasi ACT Capai Rp 1 Triliun Per Tahun
Ivan mengatakan, 60 rekening yang diblokir sudah termasuk yang berafiliasi dengan ACT.
“Kami putuskan untuk menghentikan sementara transaksi atas 60 rekening atas nama Yayasan ACT di 33 penyedia jasa keuangan,” kata dia.
Di samping itu, PPATK juga menemukan putaran dana donasi Yayasan ACT mencapai Rp 1 triliun per tahun.
Baca juga: PPATK Blokir Sementara 60 Rekening ACT di 33 Penyedia Jasa Keuangan
Putaran dana tersebut terdiri atas masuk dan keluarnya dana donasi ACT. Jumlah putaran uang tersebut pun tergolong fantastis.
“Jadi dana masuk dan keluar itu per tahun per putarannya sekitar Rp 1 triliun. Jadi bisa dibayangkan itu memang banyak,” ujar Ivan.
PPATK juga menduga ada aliran transaksi keuangan dari rekening Yayasan ACT ke anggota Al Qaeda.
Ivan menjelaskan, dugaan adanya aliran transaksi keuangan tersebut berdasarkan hasil kajian dan database yang dimiliki PPATK.
Ivan menyebut anggota Al Qaeda tersebut merupakan satu dari 19 anggota yang pernah ditangkap pihak keamanan Turki.
“Yang bersangkutan pernah ditangkap, menjadi salah satu dari 19 orang yang ditangkap oleh kepolisian di Turki karena terkait Al Qaeda,” kata Ivan.
Baca juga: PPATK Duga Ada Aliran Transaksi Keuangan ACT ke Anggota Al-Qaeda
Ivan menduga bahwa transaksi tersebut dilakukan oleh salah satu pegawai ACT.
Hanya saja, pihaknya sejauh ini belum bisa merinci terkait transaksi keuangan terebut yang mengalir ke anggota Al Qaeda.
Hingga kini, pihaknya masih terus melakukan kajian terhadap transaksi keuangan tersebut.
“Ini masih dalam kajian lebih lanjut, apakah ini memang ditujukan untuk aktivitas lain atau ini kebetulan. Ada yang lain yang terkait tidak langsung yang melanggar peraturan perundangan,” katanya.
Presiden Yayasan ACT Ibnu Khajar menjelaskan nasib uang para donatur yang kini diblokir PPATK.
Ibnu mengatakan, program penyaluran bantuan tetap berjalan tapi menggunakan uang yang tidak diblokir oleh PPATK berupa uang donasi dalam bentuk kas.
“Kalau ada beberapa yang diblokir ada yang masih sebagian donasi kan cash ya dan macam-macam. Kami akan fokus pada apa yang bisa kami cairkan dulu," ujar Ibnu saat konferensi pers di kantor pusat ACT Menara 165, Cilandak Timur, Jakarta Selatan.
Baca juga: Presiden ACT Kaget atas Pencabutan Izin dari Kemensos
Ibnu mengatakan, ACT akan berusaha menyalurkan setiap donasi yang masih tersisa agar tak dicap sebagai lembaga donasi yang tidak amanah.
“Rekening yang sudah ada di kami atau dana cash yang bisa kami cairkan karena ini amanah dan harus kami cairkan. Kami enggak ingin cacat amanah dalam menyalurkan amal-amal dari masyarakat," papar dia.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD meminta Yayasan ACT diproses pidana apabila terbukti menyelewengkan dana bantuan masyarakat.
Jika benar-benar terbukti menyelewengkan dana, kata dia, ACT tak hanya pantas dikutuk, tetapi juga diproses secara hukum.
“Tapi jika ternyata dana-dana yang dihimpun itu diselewengkan maka ACT bukan hanya harus dikutuk, tapi juga harus diproses secara hukum pidana,” kata Mahfud dikutip dari akun Twitternya, @mohmahfudmd, Rabu (6/7/2022).
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu mengaku pernah memberi endorsement untuk ACT pada 2016 atau 2017.
Ia memberikan dukungan tersebut tak lepas karena alasan pengabdian bagi kemanusiaan.
Baca juga: Mahfud Minta ACT Dipidana jika Terbukti Selewengkan Donasi
“Pada 2016/2017 saya pernah memberi endorsement pada kegiatan ACT karena alasan pengabdian bagi kemanusiaan di Palestina, korban ISIS di Syria, dan bencana alam di Papua,” kata Mahfud.
Mahfud juga mengungkapkan, saat memberi endorsement, pihak ACT tiba-tiba datang ke kantornya.
Ia mengatakan, pihak ACT pernah menodongnya ketika baru selesai memberi khutbah Jumat di sebuah masjid raya di Sumatera.
“Mereka menerangkan tujuan mulianya bagi kemanusiaan. Saya sudah meminta PPATK untuk membantu Polri dalam mengusut ini,” imbuh dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.